Pengadilan Singapura Tolak Banding Hukuman Mati 3 Pria, PBB Kecam

Ilustrasi pengadilan.
Sumber :
  • Pixabay

VIVA – Pengadilan Singapura pada Rabu 16 Maret 2022 menolak banding tiga pria yang dijatuhi hukuman mati karena pelanggaran narkoba. Meski demikian, hal ini mendapat kritik keras dari Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dan aktivis hak asasi manusia.

Klub Liga 2 Milik Keponakan Erick Thohir Jalin Kerjasama dengan Klub Liga Primer Singapura

Roslan Bakar seorang warga negara Singapura dan Pausi Jefridin dari negara Malaysia ditangkap pada 2008 atas perdagangan narkoba dan dijatuhi hukuman mati dua tahun kemudian. Banding Rosman bin Abdullah dari Singapura juga ditolak.

Negara Singapura memiliki beberapa Undang Undang Anti-Narkotika terberat di dunia dan menegaskan hukuman mati tetap menjadi pencegah efektif terhadap kejahatan. Meski dalam hal ini tetap ada seruan untuk melunakkan hukuman tersebut.

PT DKI Jakarta Perberat Hukuman Pemberi Suap Hasbi Hasan Jadi 9 Tahun Penjara

Hakim Pengadilan Tinggi Kannan Ramesh dalam menolak banding mengatakan tidak ada argumen baru yang diajukan yang berbeda dari sebelumnya. Dia juga menuduh para penggugat menyalahgunakan proses pengadilan.

“Dalam hal ini tujuan luar yang dominan dari permohonan adalah niat terselubung untuk menunda penjatuhan hukuman mati yang dijatuhkan kepada para penggugat dengan tidak menghormati finalitas proses peradilan,” kata hakim dikutip dari The Sundaily, Kamis 17 Maret 2022.

PBB Wanti-wanti Dunia Menuju Neraka Iklim, Jokowi: Ngeri

Aktivis HAM M. Ravi yang mendampingi tim hukum yang mewakili ketiga pria tersebut mengatakan bahwa mereka sedang mempertimbangan banding lain.

Kantor HAM PBB telah mendesak singapura untuk menghentikan eksekusi, yang akan menjadi eksekusi pertama di kota itu sejak 2019 lalu. PBB mengatakan bahwa hukuman mati tidak sesuai dengan hukum hak asasi manusia internasional.

Kelompok hak asasi Amnesty International juga telah menyebut eksekusi yang direncanakan itu sebagai tindakan yang mengerikan. Mereka mendesak Singapura untuk memberlakukan moratorium hukuman mati.

Kelompok hak asasi Malaysia Lawyers for Liberty menyuarakan keprihatinannya bahwa Pausi memiliki IQ hanya 67 yang menunjukkan dia cacat secara intelektual.

Kasusnya mirip dengan kasus Nagaenthran K. Dharmalingam dari Malaysia yang telah memicu badai kritik dengan Uni Eropa yang memprotes hukumannya. Dia dihukum mati pada tahun 2010 karena menyelundupkan sejumlah kecil heroin ke Singapura. Nagaenthran dijadwalkan akan dihukum gantung pada bulan November meskipun ada kekhawatiran dia cacat mental.
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya