China Sebut Penembakan Shinzo Abe Sebagai Insiden Politik Terbesar

Juru Bicara Menteri Luar Negeri Pemerintah China, Zhao Lijian.
Sumber :
  • Twitter/Lijian Zhao

VIVA Dunia – China menggambarkan penembakan mantan Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe, sebagai "insiden politik terbesar" dalam politik negara itu setelah Perang Dunia II, dengan mengatakan motif politik mungkin berada di balik serangan itu.

Viral, Pria Gorontalo Temani Jenazah Ayah di Dalam Keranda untuk Terakhir Kali

Abe, seorang anggota parlemen berusia 67 tahun yang menjadi perdana menteri terlama di negara itu, meninggal dunia pada Jumat 8 Juli 2022, sekitar lima jam setelah dia ditembak oleh seorang pria bersenjata. Ketika itu dia terngah berkampanye untuk pemilihan majelis tinggi hari Minggu di kota barat Nara.

Sebelum berita kematian Abe, juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Zhao Lijian, menyuarakan harapan bahwa dia akan pulih sesegera mungkin.

SPKLU Sudah Banyak, Naik Wuling BinguoEV Bisa dari Jakarta ke Mandalika

Mantan Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe, tertembak di dada saat pidato di Nara, Jepang.

Photo :
  • Kyodo News via AP

"Kami sangat terkejut mendengar insiden mendadak itu. Kami prihatin dengan perkembangan situasi," kata Zhao kepada wartawan, seraya menambahkan bahwa Beijing ingin menyampaikan simpati kepada keluarga Abe, seperti dilaporkan Kyodonews.

Neta Mulai Rakit Mobil Listrik di Indonesia

Sebelumnya Jumat, Global Times, sebuah tabloid Partai Komunis China yang berkuasa, mengutip Xiang Haoyu, seorang peneliti di Institut Studi Internasional China, yang mengatakan, "penembakan itu terjadi pada waktu yang sensitif menjelang pemilihan majelis tinggi."

"Ada pendapat yang beragam" tentang Abe di Jepang, dan "opini publik anti-Abe selalu ada," termasuk ketidakpuasan dan jijik dengan kebijakan ekonomi neoliberalnya dan sikap keamanan, kata Xiang seperti dikutip oleh surat kabar itu.

Abe, yang menjabat sebagai perdana menteri dari 2006 hingga 2007 dan menjabat lagi dari 2012 hingga 2020. Dia memimpin faksi terbesar dalam Partai Demokrat Liberal yang berkuasa setelah mengundurkan diri sebagai pemimpin negara itu pada September 2020.

Sejak 2012, ia mempromosikan bauran kebijakan "Abenomics", yang terdiri dari pelonggaran moneter yang agresif, pengeluaran fiskal besar-besaran, dan strategi pertumbuhan, dengan beberapa ekonom mengkritik langkah-langkah tersebut karena memperlebar kesenjangan pendapatan antara perusahaan besar dan kecil.

Di bidang diplomatik, hubungan Tiongkok-Jepang menjadi semakin tegang setelah Abe mengatakan pada Desember 2021 bahwa keadaan darurat apa pun terkait Taiwan, pulau yang memiliki pemerintahan sendiri, akan menjadi keadaan darurat bagi Jepang dan aliansi keamanan Jepang-AS.

Abe juga telah menyatakan harapannya untuk mengunjungi Taiwan, sebuah prospek yang dapat mengguncang hubungan bilateral antara Jepang dan China, yang menandai peringatan 50 tahun normalisasi hubungan diplomatik tahun ini.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya