Demonstrasi di China Dinilai Sebagai Puncak Kemarahan Rakyat

Para demonstran di Beijing China membawa kertas putih memprotes pembatasan COVID-19.
Sumber :
  • AP Photo/Ng Han Guan.

VIVA Dunia - Center for Indonesian Domestic and Foreign Policy Studies (Centris) menilai wajar jika negara-negara dunia mengkritisi kebijakan nol COVID oleh otoritas Tiongkok, mengingat telah banyak korban jiwa akibat lockdown ketat yang dilakukan Beijing.

SPKLU Sudah Banyak, Naik Wuling BinguoEV Bisa dari Jakarta ke Mandalika

Jadi Perhatian Masyarakat Dunia

Peneliti senior Centris, AB Solissa, menyebut selain dapat membunuh rakyatnya sendiri, keselamatan warga negara asing di China juga menjadi perhatian negara-negara dunia yang memiliki perwakilan di Tiongkok.

Neta Mulai Rakit Mobil Listrik di Indonesia

Polisi China bersiaga mengamankan para demonstran yang menentang penguncian ketat COVID-19.

Photo :
  • AP Photo/Ng Han Guan.

“Tewas terbakarnya 10 warga China di apartemen yang terbakar dan dikunci olehotoritas Tiongkok, menjadi momentum bagi rakyat untuk lantang bersuara menentang Xi Jinping,” kata Solissa kepada wartawan, Minggu, 18 Desember 2022.

Kakek 87 Tahun Ini Bikin Heboh Usai Jadi Model Catwalk di China Fashion Week

Puncak Kemarahan Rakyat

Menurut Solissa, demonstrasi besar-besaran di China adalah puncak kemarahan rakyat terhadap pemerintah khususnya Partai Komunis China, yang selama ini telah membatasi semua hak asasi manusia dan kebebasan di Xinjiang, Hong Kong, dan di seluruh China.

“Banyak yang memandang gelombang unjuk rasa ini bukan hanya tentang krisis kesehatan masyarakat, namun krisis hak asasi manusia yang direnggut oleh Partai Komunis China,” katanya.

Demonstran di Beijing, China menentang penguncian dan menuntut Presiden Xi Jinping mundur.

Photo :
  • AP Photo/Ng Han Guan.

Disarankan untuk Pertimbangkan Kebijakan Vaksinasi

China sendiri disarankan oleh berbagai kalangan internasional untuk mempertimbangkan kembali kebijakan vaksinasi dan fokus pada vaksinasi orang yang paling rentan.

Akan tetapi, cakupan vaksinasi yang rendah di antara orang tua dijadikan alasan utama Beijing melakukan lockdown hampir sebagian besar rakyat China, di seluruh wilayah Tiongkok.

Lockdown semakin diketatkan oleh otoritas Tiongkok, setelah muncul varian virus yang lebih menular sebagai upaya pencegahan penyebaran penyakit tersebut.

“Ironisnya, Beijing hingga saat ini belum meminta bantuan kepada negara-negara dunia khususnya Amerika Serikat yang menjadi pemasok vaksin COVID terbesar di dunia,” katanya.

Demonstran protes anti pembatasan Covid-19 di Konsulat China di New York.

Photo :
  • AP Photo/John Minchillo

Senator Ted Cruz yang didapuk menjadi anggota Komite Hubungan Luar Negeri Senat Amerika Serikat mengatakan bahwa sejak pandemi dimulai, Partai Komunis China berusaha mati-matian untuk menutupi asal usul, sifat, dan akibat dari COVID-19.

Ted menilai Beijing telah berbohong dan terus berbohong kepada dunia, sehingga jutaan nyawa telah hilang dan penderitaan yang luar biasa telah terjadi gegara Covid asal China.

“Wajar jika banyak negara dunia yang marah dengan China. Lihat saja demo kemarin di media, rakyat sudah berani mengkritisi bahkan meminta kediktatoran seumur hidup Xi Jinping dan Partai Komunis China segera di bubarkan,” kata Solissa.

Hancurkan Perekonomian

Ia juga menilai tindakan Xi Jinping dapat menghancurkan perekonomian China, seperti prediksi Kepala eksekutif Dana Moneter Internasional, Kristalina Georgieva, yang menyatakan ke khawatirannya melihat ‘keras kepalanya’ Beijing.

Warga China menggelar aksi demonstrasi di Freedom Plaza di Washington, Amerika Serikat, Minggu 4 Desember 2022.

Photo :
  • AP Photo/Jose Luis Magana.

Lockdown ketat di China telah memperlambat pergerakan sosial dan ekonomi. IMF memperkirakan ekonomi Tiongkok tidak akan tumbuh lebih dari 2,3 persen di 2022, tingkat di bawah rata-rata global.

“Anehnya, China tetap teguh pada strategi nol COVID-nya dan menolak untuk mengakses vaksin yang lebih ampuh dari negara-negara dunia, ini ada apa?” kata Solissa.

Kebijakan Nol COVID

Pemerintah China yang dikuasai oleh Partai Komunis China mengambil kebijakan tidak wajar untuk mengentaskan pandemi COVID-19.

Saat seluruh dunia bergerak menuju normalitas, Tiongkok bersikukuh dan memaksakan kebijakan nol COVID yang akhirnya ditentang oleh mayoritas rakyat.

Bukan hanya warga negaranya, tindakan Beijing me-lockdown total seluruh aktivitas masyarakat, juga mengundang kamarahan dan kecaman dari seluruh dunia.

Warga China menggelar aksi demonstrasi di Freedom Plaza di Washington, Amerika Serikat, Minggu 4 Desember 2022.

Photo :
  • AP Photo/Jose Luis Magana.

Menteri Luar Negeri Inggris James Cleverly mengatakan unjuk rasa spontan dan masal terhadap kebijakan Presiden Xi Jinping serta Partai Komunis China seantero Tiongkok adalah bukti bahwa rakyat China tidak senang dengan kebijakan lockdown.

“Ini adalah suara rakyat China yang mengambil alih pemerintahan. Adalah tepat bagi pemerintah China untuk mendengarkan apa yang dikatakan orang-orang ini,” kata Cleverly.

Senada dengan Inggris, Gedung Putih mengatakan Amerika Serikat terus memantau dengan cermat perkembangan di China dan akan terus berdiri paling depan dalam mendukung hak-hak demonstran rakyat China yang damai.

Koordinator Komunikasi Strategis Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih, John Kirby, menyampaikan tentang pesan Amerika Serikat untuk protes damai di dunia adalah sama dan konsisten.

“Orang China harus diberi hak untuk berkumpul dan memprotes secara damai terhadap kebijakan atau undang-undang atau perintah. Kami mengawasinya dengan cermat ke mana arahnya dan kami terus berdiri dan mendukung hak untuk protes damai,” kata John Kirby.

Kirby mengatakan Presiden Joe Biden terus mengikuti apa yang terjadi di China. Keyakinan kuat Presiden Joe Biden pada kekuatan demokrasi dan institusi demokrasi adalah hal penting yang tidak berubah.

“Ini adalah momen untuk menegaskan kembali apa yang kami yakini terkait dengan kebebasan berkumpul dan protes damai. Kami telah melakukannya dan kami akan terus melakukannya,” kata Kirby.

Sementara mantan Perdana Menteri Australia, Kevin Rudd, menyebut protes yang belum pernah terjadi sebelumnya di berbagai kota di China terhadap kebijakan nol COVID, berasal dari ketidakpercayaan rakyat China terhadap rezim Presiden Xi Jinping.

Kevin Rudd mengatakan protes atau unjuk rasa rakyat China saat ini terlihat lebih dari tindakan penolakan kebijakan nol COVID, namun ada hal mendasar lainnya.

“Ini sekarang adalah metafora untuk ketidakpercayaan yang lebih luas di pihak rakyat Tiongkok terhadap berbagai aspek dari apa yang dilakukan rezim Xi Jinping. Tampaknya demo ini tidak terkoordinasi secara terpusat, dengan kata lain ini spontanitas rakyat China,” kata Rudd.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya