Peneliti: RI Wajib Waspada Tabiat China yang Kerap Klaim Wilayah Sepihak

Operasi Siaga Tempur Laut Natuna. (Foto ilustrasi)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat

VIVA Dunia - Negara-negara di dunia yang bersinggungan dengan China diminta waspada terhadap manuver negara yang dipimpin Xi Jinping tersebut. Batas wilayah negara di Asean termasuk Indonesia mesti waspada menjaga batas wilayahnya dari ancaman klaim China.

SPKLU Sudah Banyak, Naik Wuling BinguoEV Bisa dari Jakarta ke Mandalika

Peneliti senior Pusat kajian kebijakan dalam dan luar negeri Indonesia, Center for Indonesian Domestic and Foreign Policy Studies (CENTRIS), AB Solissan menyampaikan negara Asean seperti Indonesia, Filipina harus senantiasa jaga batas wilayah pulau-pulau terluarnya agar tidak di klaim sepihak oleh Beijing.

Dia mengingatkan manuver China yang sering mengklaim Kepulauan Natuna sebagai milik mereka. Kapal dari China itu nekat masuk ke perairan Indonesia. Menurut dia, langkah Fhilipina yang memperkuat batas wilayah pulaunya sudah tepat. 

Neta Mulai Rakit Mobil Listrik di Indonesia

“Berbicara kedaulatan, apa yang dilakukan Filipina sudah sangat tepat. Jika dibiarkan berlarut, bisa-bisa China menguasai seluruh pulau di Filipina,” kata Solissa, dalam keterangannya, Jumat, 13 Januari 2023.

Solissa menyampaikan, dari informasi yang diketahuinya, China mulai membangun formasi tanah di bagian utara Spratlys yang kosong. Area itu berada di atas Eldad Reef (Malvar Reef).

Kakek 87 Tahun Ini Bikin Heboh Usai Jadi Model Catwalk di China Fashion Week

Pun, sebelumnya, dia menyinggung China sudah lakukan kegiatan reklamasi di daerah tersebut. Dia bilang, kegiatan konstruksi serupa berlangsung di Lankiam Cay (Panata Island), Whitsun Reef (Julian Felipe Reef), dan Sandy Cay. Dia mengatakan manuver China itu sudah diberitakan sejumlah media. 

"China menduduki setidaknya tujuh pulau dan bebatuan, memiliterisasi mereka dengan landasan pacu, pelabuhan, dan sistem radar di Pulau Spratly. Jangan dibiarkan” tutur Solissa.

Lebih lanjut, ia menyoroti langkah China yang beberapa kali menginjak-injak kedaulatan Filipina. Salah satunya ketika Beijing ambil paksa sisa dan puing roket miliknya yang sempat diamankan kapal angkatan laut Filipina. 

Dia menyebut reklamasi baru juga tengah berlangsung di Anda Reef Eldad Reef, Whitsun Reef, Sandy Cay dan Lankiam Cay Yangsin Sand.

Melihat gelagat buruk China, Direktur Keamanan Siber dan Teknologi Kritis Forum Internasional Pasifik, Mark Manantan mengingatkan Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr harus perjelas "garis merah" negara itu dalam kebijakan luar negerinya dengan China. Hal itu terutama menyangkut Laut Filipina Barat.

VIVA Militer: Armada tempur Amerika Serikat (AS) dan Australia di Laut Filipina

Photo :
  • Japan Today

Manantan mengingatkan jika Filipina gagal menegaskan keputusan arbitrase selama perjalanan Marcos ke China, hal itu dikhawatirkan akan rusak momentum aliansi Amerika Serikat-Filipina yang dibangun kedua negara.

"Bukan hanya dengan Amerika Serikat, hobi nyeleneh China sebagai tukang klaim, tentunya merusak bahkan bisa menghancurkan hubungan antar negara di dunia,” tutur Solissa.

Dia mengingatkan lagi Filipina, Indonesia, dan negara lainnya mesti waspada terhadap tabiat buruk China sebagai tukang klaim. Kata dia, perlunya menempatkan kapal perang dan meningkatkan intensitas patroli laut dan udara, serta diplomasi antar negara dalam persoalan dengan China.

“Indonesia, Filipina dan negara-negara lainnya wajib waspada mengingat tabit buruk Beijing sebagai tukang klaim, tidak pernah hilang dari budaya mereka,” ujar Solissa.

Sebelumnya, Pemerintah Filipina disorot karena belum mengumumkan hasil lawatan Presiden Ferdinand Marcos Jr ke China yang dilakukan pada 3 hingga 6 Januari 2023. Kunjungan pemimpin Filipina untuk pertama kalinya ke China tersebut disinyalir untuk membahas permasalahan terkait Pulau Spratly yang diklaim sepihak oleh Beijing.

Sebelum kepergian Presiden Ferdinand Marcos Jr, otoritas Filipina sudah memerintahkan militernya memperkuat pasukan di Laut China Selatan. Hal itu untuk mengantisipasi ancaman dari aktivitas China di Kepulauan Spratly.  
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya