PM Mohammed Shtayyeh Mundur dari Kabinet, Ini Sosok yang Bakal Menggantikannya

PM Palestina Mohammed Shtayyeh (Doc: AP Photo)
Sumber :
  • VIVA.co.id/Natania Longdong

Gaza – Perdana Menteri Palestina Mohammed Shtayyeh dan pemerintahannya tiba-tiba mengundurkan diri, pada Senin, 26 Februari 2024.

Acara Met Gala Berlangsung, Pengunjuk Rasa Pro-Palestina Penuhi Jalanan New York

Pengunduran dirinya merupakan sebuah langkah untuk mendukung reformasi yang didukung AS, yang dipandang perlu untuk merevitalisasi peran badan pemerintahan di Jalur Gaza ketika perang dengan Israel berakhir.

Perdana Menteri Palestina, Mohammed Shtayyeh.

Photo :
  • Antara Foto.
Wapres Ma’ruf Amin Berharap Kabinet Prabowo-Gibran Diisi Kalangan Profesional

Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, masih harus memutuskan apakah akan menerima pengunduran diri Shtayyeh dan kabinetnya.

Diketahui, Shtayyeh telah menjabat sejak 2019. Otoritas Palestina saat itu digulingkan dari Gaza melalui kudeta Hamas pada 2007. Otoritas Palestina juga masih memiliki kendali administratif atas beberapa bagian Tepi Barat.

Tanggapi Isu Prabowo Bakal Punya 40 Menteri, Ganjar Ingatkan Buruknya "Politik Akomodasi"

“Tahap selanjutnya dan tantangannya memerlukan pengaturan pemerintahan dan politik baru yang mempertimbangkan realitas baru di Jalur Gaza,” kata Shtayyeh pada pertemuan Kabinet di Ramallah di Tepi Barat, dikutip dari USA Today, Rabu, 28 Februari 2024.

Abbas diperkirakan akan memilih Mohammad Mustafa, ketua Dana Investasi Palestina, sebagai perdana menteri berikutnya.

Abbas dan partai politik Fatah yang dipimpinnya telah mendominasi Otoritas Palestina sejak tahun 2005. Namun, banyak warga Palestina, berdasarkan jajak pendapat, menganggap pemerintahan Abbas korup, tidak demokratis, dan tidak berhubungan dengan masyarakat.

Abbas juga belum pernah mengadakan pemilu Palestina sejak tahun 2006. Setelah Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken bertemu dengan Abbas akhir tahun lalu, dia mengatakan kepada wartawan bahwa mereka membahas perubahan untuk memerangi korupsi, memberdayakan masyarakat sipil, dan mendukung kebebasan pers.

Perkembangan ini terjadi ketika perundingan dilanjutkan di Qatar pada akhir pekan dengan tujuan mencapai gencatan senjata selama seminggu antara Israel dan Hamas.

Gencatan senjata semacam itu bisa mengakibatkan pembebasan puluhan sandera yang ditahan di Gaza serta warga Palestina yang dipenjarakan oleh Israel.

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu tampaknya telah mengkonfirmasi bahwa kesepakatan sedang dalam proses, namun tidak memberikan rincian, termasuk kapan kesepakatan dapat dicapai atau kapan akan berlaku.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu (Doc: AP Photo)

Photo :
  • VIVA.co.id/Natania Longdong

Sementara itu, Israel semakin dekat untuk memperluas serangan daratnya terhadap Hamas hingga Rafah di perbatasan Gaza-Mesir, di mana lebih dari separuh penduduk wilayah yang terkepung sebanyak 2,3 juta orang mencari perlindungan.

PBB mengatakan penduduk Gaza membutuhkan ratusan truk untuk memasuki daerah kantong tersebut setiap hari dengan membawa bantuan kemanusiaan dan pasokan penyelamat nyawa. Dikatakan bahwa rata-rata 100 truk setiap hari melewatinya.

Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant pada Minggu, 25 Februari 2024, juga berjanji akan meningkatkan serangan terhadap kelompok militan Hizbullah di Lebanon bahkan jika gencatan senjata dicapai dengan Hamas di Gaza.

Hizbullah telah saling baku tembak dengan pasukan Israel di sepanjang perbatasan sejak perang Israel-Hamas pecah pada 7 Oktober 2023 lalu.

Abbas mengatakan dia bersedia mereformasi Otoritas Palestina sehingga Gaza dan Tepi Barat dapat bersatu di bawah kepemimpinan Palestina.

Israel dan AS tampaknya berselisih mengenai siapa dan bagaimana Gaza harus diperintah setelah perang. Netanyahu mengatakan Israel akan bersikeras mempertahankan kehadiran keamanan di sana dan tidak ingin keterlibatan Otoritas Palestina.

Sementara Pemerintahan Biden telah mengindikasikan bahwa tidak ada pilihan lain.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya