Pemerintah Selandia Baru Batalkan Larangan Tembakau Generasi Mendatang

Ilustrasi merokok.
Sumber :
  • Pixabay/karosieben

VIVA – Pemerintah Selandia baru pada Selasa, 27 Februari 2024, mengumumkan akan membatalkan UU pertama di dunia yang melarang penjualan tembakau untuk generasi mendatang, para peneliti dan aktivis memperingatkan risiko kematian orang sebagai akibat pencabutan regulasi itu.

Isu Partai Rival Gabung Dukung Prabowo, Sangap Surbakti Khawatir Bisa Jadi Duri dalam Daging

Melansir dari The Independent, Rabu 28 Februari 2024, pemerintah Selandia Baru akan memberlakukan peraturan tentang anti tembakau yang paling ketat di dunia, mulai bulan Juli 2024. Aturan ini akan melarang penjualan tembakau kepada pembeli yang lahir setelah 1 Januari 2009

Hal ini juga akan mengurangi kandungan nikotin dalam produk tembakau yang dihisap sebesar 95 persen dan memangkas jumlah pengecer tembakau dari 6.000 menjadi 600, sehingga menghilangkan lebih dari 90 persen pengecer. 

Geger Seorang Ulama Pesohor Kritik Nabi Muhammad

Ilustrasi berhenti merokok.

Photo :
  • iStockphoto.

Pemerintahan koalisi baru yang di pimpin oleh perdana menteri Chrisopher Luxon mengonfirmasi pencabutan tersebut akan dilakukan pada hari Selasa dan pencabut UU akan diajukan ke parlemen sebagai hal yang mendesak, sehingga memungkinkan parlemen untuk membatalkan UU tersebut tanpa meminta komentar publik, sejalan dengan rencana yang diumumkan sebelumnya.

Peran Presiden Salurkan Bansos, Lembaga Kepresidenan Masuk Kajian Revisi UU Pemilu

Menurut Kemenkes, Casey Castello, ini adalah kebijakan pertama di dunia dan menginspirasi pemerintahlain termasuk Inggris untuk mempertimbangkan tindakan serupa.

"Saya akan segera membawa rencana ke kabinet untuk meningkatkan aturan yang tersedia, untuk membantu orang berhenti merokok, serta peraturan vaping juga akan diperketat untuk membatasi penggunaanya bagi generasi muda," ucap Castello, dikutip dari Independent, Rabu 28 Februari 2024.

Keputusan ini pun diperdebatkan, karena khawatir hal itu dapat memiliki dampak yang lebih besar pada Komunitas Maori dan Pasifika, kelompok dengan tingkat merokok yang lebih tinggi.

Janet Hoek dari Pusat penelitian Aspire Aotearoa Universitas Otago menyatakan, bahwa tindakan ini tidak sesuai dengan bukti penelitian yang kuat, mengabaikan tindakan-tindakan yang sangat didukung oleh pemimpin Maori dan berpotensi memperlebar kesenjangan kesehatan.

"Uji klinis skala besar dan studi pemodelan menunjukan bahwa UU tersebut akan dengan cepat meningkatkan angka berhenti merokok dikalangan perokok dan mempersulit generasi muda untuk mulai merokok," ucap Hoek.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya