Jalur Sutra, Tantangan Bagi Dominasi AS di Dunia

Barack Obama (kiri), Vladimir Putin (tengah) dan Xi Jinping
Sumber :
  • REUTERS/Pablo Martinez Monsivais
VIVAnews
Mahfud MD Blak-blakan Soal Langkah Politik Berikutnya Usai Pilpres 2024
- Diplomat senior China Yang Jiechi mengatakan Jalur Sutra tidak lagi sekadar konsep dalam buku sejarah, tapi sudah berkembang menjadi sebuah kisah kerjasama logistik modern China-Eropa.

Ekonomi Global Diguncang Konflik Geopolitik, RI Resesi Ditegaskan Jauh dari Resesi

Kantor berita
5 Orang jadi Tersangka Baru Korupsi Timah, Siapa Saja Mereka?
Reuters dalam laporannya, Selasa 11 November, menulis masih ada asumsi bahwa perekonomian negara berkembang ditentukan melalui kemitraan mereka dengan negara maju.

Asumsi yang semestinya sudah punah dalam satu dekade terakhir. Faktanya menurut data Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), lebih dari setengah ekspor negara-negara berkembang dikirim ke negara berkembang lainnya, pada 2013.

Negara-negara di Asia mengirimkan lebih dari 60 persen ekspornya ke negara lain di Asia, Afrika dan Timur Tengah. Sementara hanya 15 persen ke Amerika Utara dan Eropa. China telah menjadi negara pengekspor terbesar, dan mengakumulasi devisa yang luar biasa.


Jika sebelumnya cadangan dana China terikat secara pasif dan tak berguna pada obligasi Amerika Serikat (AS), kini China ingin menggunakannya dalam infrastruktur investasi yang lebih produktif bagi mitra-mitra utamanya.


Pada saat bersamaan, juga membangun pengaruh ekonomi dan politik yang lebih luas. Tidak ada yang baru tentang teori memanfaatkan modal menjadi kekuatan politik. Inggris melakukannya pada abad ke-19, demikian juga AS yang sukses sejak Perang Dunia II.


Akses pasar dan modal dapat seluruhnya ditukar untuk berbagai bentuk pengaruh. Rencana Marshall digulirkan AS sebagai tawaran bantuan ekonomi dalam rekonstruksi Eropa, paska berakhirnya PD II, untuk mempengaruhi kebijakan luar negeri Eropa yang pro-AS.


Namun keseimbangan kekuatan dalam perekonomian dunia telah bergeser, dan jelas arsitektur ekonomi internasional bakal mengalami perombakan. Membuat para pakar kebijakan luar negeri Barat terlihat sangat naif.


Sebab mereka berusaha mempertahankan asumsi bahwa pasar negera berkembang akan tetap terintegrasi pada dominasi Barat. Akses ke pasar dan modal AS memang pernah menjadi komponen utama diplomasi Washington.


Tapi AS kini terlihat lebih mengedepankan kekuatan militernya di berbagai kawasan. Sementara China, dengan tenang namun konsisten, terus menggunakan kekuatan modal dan perdagangannya untuk memperoleh lebih banyak teman dan pengaruh.


Presiden China Xi Jinping telah menjanjikan $40 miliar untuk mendanai investasi infrastruktur yang menjadi bagian dari Jalur Sutra Baru yang mereka usulkan. Itu pun terpisah dari $50 miliar yang mereka gelontorkan melalui Bank Investasi Infrastruktur Asia (AIIB) yang mereka dirikan, Oktober lalu.


Rencana ambisius China yang tengah mereka wujudkan, melalui berbagai perjanjian bilateral yang berhasil dibuat China dengan banyak negara berkembang, diyakini akan menjadi tantangan langsung bagi AS yang masih berusaha mendominasi institusi keuangan dan perdagangan di Asia.


Diantaranya melalui Dana Moneter Internasional (IMF), Bank Dunia, dan Bank Pembangunan Asia (ADB) yang semuanya dibentuk setelah kemenangan AS pada PD II. Para diplomat AS terus melakukan manuver untuk membatasi dampak diplomasi ekonomi China.


Pada Oktober lalu, Australia dan Korea Selatan (Korsel) menolak untuk bergabung dengan AIIB, setelah mendapat tekanan yang masif dari Washington. Mereka menghembuskan isu tentang transparansi dan standar pengelolaan AIIB.


Dipastikan bakal sulit bagi AS dapat mempengaruhi negara-negara berkembang untuk menjauhi diplomasi ekonomi China. Di Asia Tenggara, negara-negara yang selama ini dianggap sebagai sekutu terkuat AS seperti Singapura pun telah bergabung dengan AIIB.


Menolak ambisi Jalur Sutra Maritim China akan menjadi gerbang kematian bagi Singapura, yang saat ini dikenal sebagai penikmat terbesar jasa pelabuhan internasional di Selat Malaka.


Malaysia telah membuat kesepakatan membangun pelabuhan dengan bantuan China. Presiden Indonesia Joko Widodo di Beijing, juga menyatakan secara terbuka harapannya agar China mau menanamkan investasi dalam proyek pembangunan 24 pelabuhan.


Asia-Pasifik bukan satu-satunya kawasan dimana kepemimpinan AS dalam sektor ekonomi dan keuangan mendapat tantangan. Pada Juli 2014, China, Rusia, India, Brasil dan Afrika Selatan menandatangani pembentukan Bank Pembangunan Baru dengan modal senilai $100 miliar.


Hanya beberapa hal yang bisa diharapkan AS menjadi penghalang dominasi China melalui Jalur Sutra. Pada jalur darat, Jalur Sutra China akan melalui Suriah, yang saat ini sedang didera konflik.


Bukan tanpa alasan AS dan sekutu-sekutunya berharap Presiden Suriah Bashar al-Assad dapat digulingkan oleh kelompok pemberontak. Sebab tidak banyak kondisi yang bisa diharapkan oleh Barat, dapat menjadi penghalang dominasi China.


Jalur Sutra melalui darat di utara, akan melalui Suriah. Pemerintahan Suriah yang pro-Barat tentu akan memberikan opsi lebih baik, daripada pemerintahan Assad saat ini yang dekat pada Rusia dan China.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya