Sumber :
- ANTARA FOTO/Idhad Zakaria
VIVA.co.id
- Penasihat Senior Wakil Presiden, Dewi Fortuna Anwar, mengisyaratkan soal kemungkinan adanya pengaruh yang ditimbulkan salam pelaksanaan hukuman mati terhadap agenda RI di forum PBB. Salah satu agenda yang kini tengah dikejar Indonesia menjadi anggota tidak tetap di Dewan Keamanan periode 2019/2020.
Demikian ungkap Dewi kepada
VIVA.co.id
yang menemuinya di Universitas Bakrie, kawasan Epicentrum di Jakarta Selatan pada Selasa, 5 Mei 2015. Dewi berpendapat pelaksanaan hukuman itu ada pengaruhnya terhadap posisi Indonesia, tetapi dia berharap dengan waktu empat tahun ke depan, RI dapat menjelaskan alasan pemerintah menghidupkan kembali hukuman mati. Khususnya bagi terpidana kasus narkoba.
"Pengaruhnya pasti ada (terhadap Indonesia), tetapi semoga dengan waktu yang masih lama yakni 2019, diharapkan Indonesia bisa meyakinkan dunia agar bisa meraih dukungan," ujar Dewi.
Diharapkan dengan adanya penjelasan yang mumpuni, agenda RI di berbagai forum termasuk PBB, tidak terpengaruh.
"Indonesia harus mampu menjelaskan situasi parahnya pengaruh narkoba yang kini tengah dilawan. Maka, Indonesia tentu harus bekerja keras untuk memberi penjelasan itu dan di waktu bersamaan melakukan berbagai lobi," imbuh dia.
Pelaksanaan eksekusi mati gelombang kedua yang dilakukan pada Rabu dini hari pekan lalu oleh Kejaksaan Agung disesalkan banyak pihak. Sekretaris Jenderal PBB, melalui juru bicaranya bahkan tegas menyebut pelaksanaan hukuman mati sudah tak lagi memiliki tempat di abad ke-21.
Data yang dikutip harian
Sydney Morning Herald (SMH)
menyebut AUD$1 miliar akan dipangkas. Termasuk di dalamnya bantuan asing bagi Indonesia dan beberapa negara miskin di kawasan Afrika.
Sementara, juru bicara Kementerian Luar Negeri RI, Arrmanatha Nasir mengatakan agenda RI di forum PBB dengan pelaksanaan hukuman mati. Menurut Arrmanatha, Indonesia akan tetap memiliki pengaruh selama tetap memberikan kontribusi positif terhadap dunia global.
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Sydney Morning Herald (SMH)