Suu Kyi Bertemu Presiden China

Pemimpin pro demokrasi Myanmar, Aung San Suu Kyi.
Sumber :
  • REUTERS/Cathal McNaughton
VIVA.co.id
China Tabuh Perang Terhadap 'April Mop'
- Presiden China Xi Jinping, Kamis, 11 Juni 2015, bertemu dengan pemimpin oposisi Myanmar Aung San Suu Kyi di Beijing. Belum diumumkan apa isi pembicaraan dalam pertemuan itu.

Nobel Perdamaian Suu Kyi Diserukan untuk Dicabut

"China kini menghadapi kompetisi dalam pengaruhnya di Myanmar," kata Alice Ekman, peneliti Institut Hubungan Internasional Prancis, yang dikutip laman
Suu Kyi: Saya Tak Tahu Bakal Diwawancara Muslim
Channel News Asia .


Kunjungan Suu Kyi ke China, dilihat sebagai upaya Beijing membangun jembatan dengan figur oposisi Myanmar, serta mengembalikan hubungan setelah ketegangan di perbatasan.


Pertemuan Suu Kyi dengan Xi, juga dianggap sebagai perkembangan bersejarah, dalam pendekatan Beijing pada Myanmar, yang merupakan salah satu sekutu tertuanya di Asia Tenggara.


Kunjungan Suu Kyi dilakukan, saat hubungan kedua negara yang sebelumnya sangat dekat, terganggu sejak Presiden Myanmar Thein Sein menghentikan proyek pembangunan bendungan.


Hubungan China-Myanmar juga bermasalah, dengan terjadinya pertempuran antara militer Myanmar dan pemberontak etnis China, yang meluas hingga ke perbatasan kedua negara.


Beijing diduga melirik pada Suu Kyi, untuk membantu meredakan sentimen anti-China di Myanmar, terutama terkait proyek-proyek infrastruktur yang didanai China di Myanmar.


Sejumlah analis juga merujuk pada pemilu di Myanmar pada November, di mana partai pendukung Suu Kyi, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) diharapkan bisa memperoleh hasil yang baik.


"Faksi demokratik di Myanmar tampaknya akan memperoleh kemenangan, menikmati keuntungan di parlemen," kata Profesor Du Jifeng dari Akademi Ilmu Sosial China.


Jifeng mengatakan, dengan situasi itu, kepemimpinan China merasa harus mulai membangun hubungan dengan kekuatan oposisi Myanmar, terutama mereka yang terafiliasi dengan Aung San Suu Kyi.


China memiliki banyak kepentingan bisnis dan geopolitik di Myanmar, terutama setelah reformasi demokrasi, yang membuat banyak negara mulai mencabut sanksi dan membuka akses bagi Myanmar. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya