Alasan Hakim Tolak Eksepsi Habib Rizieq atas Kasus Swab Test RS Ummi

Sidang Habib RIzieq di Pengadilan Negeri Jakarta Timur
Sumber :
  • Repro PN Jakarta Timur

VIVA – Eksepsi atau nota keberatan Habib Rizieq Shihab atas dakwaan perkara swab test RS UMMI Bogor ditolak oleh majelis hakim pada sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Rabu 7 April 2021. Hakim kemudian mengungkap alasan penolakan eksepsi Habib Rizieq.

Ketua Majelis Hakim Khadwanto mengatakan, alasan penolakan eksepsi atau nota keberatan tersebut adalah dakwaan atau surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dinilai sudah sesuai dengan ketentuan KUHAP. 

"Menimbang, bahwa setelah membaca dan mengkaji surat dakwaan atas nama Muhammad Rizieq Shihab atau Habib Rizieq Shihab, majelis hakim berpendapat bahwa surat dakwaan tersebut sudah memenuhi syarat formil suatu surat dakwaan," kata Khadwanto dalam persidangan di PN Jakarta Timur.

Dalam aturan, isi pokok berisi bahwa dakwaan JPU telah memuat nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan juga pekerjaan terdakwa. Selain itu, lanjut Khadwoto, JPU telah menguraikan secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan. 

Alasan lainnya yang buat eksepsi Rizieq ditolak, yakni sejumlah poin dalam nota keberatan dianggap sudah masuk pada pokok perkara atau tidak berkesesuaian. 

"Sebagaimana eksepsi terdakwa, tidak masuk ke dalam lingkup keberatan," tuturnya. 

Hakim kemudian memerintah JPU untuk mempersiapkan saksi, lantaran sidang akan dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi. 

Dalam kasus swab test RS UMMI, Habib Rizieq Shihab didakwa telah menyebarkan berita bohong, yang menyebabkan keonaran soal kondisi kesehatannya yang terpapar COVID-19 saat berada di RS UMMI Bogor.

Restrukturisasi Kredit Berakhir, Bank Mandiri: Kondisi Debitur Terdampak COVID-19 Kembali Normal

Habib Rizieq dalam perkara tersebut didakwa dengan Pasal 14 ayat (1), ayat (2), Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan/atau Pasal 14 ayat (1), ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dan/atau Pasal 216 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca juga: Harap Hati-hati! Begini Modus Baru Maling Ponsel di Jakarta

Program Restrukturisasi Kredit Terdampak COVID-19 Berakhir, OJK Ungkap Alasan Tak Diperpanjang
Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Rahmat Bagja

Pilkada 2024 Berbeda dan Lebih Kompleks dibanding Pilkada Serentak Sebelumnya, Menurut Bawaslu

Ketua Bawaslu RI mengatakan bahwa Pilkada Serentak 2024 berbeda dan jauh lebih kompleks dibandingkan dengan penyelenggaraan pilkada serentak sebelumnya.

img_title
VIVA.co.id
22 April 2024