Bareskrim Bongkar Investasi Bodong Viral Blast Global

Ilustrasi investasi bodong.
Sumber :
  • vstory

VIVA – Tim Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal (Dittipideksus Bareskrim) Polri kembali membongkar jaringan penyedia investasi bodong melalui aplikasi robot trading bernama Viral Blast Global. Dalam kasus ini, ada empat orang yang dijadikan tersangka.

Hati-hati, Simak 9 Tips Paling Efektif Agar Tak Tertipu Investasi Bodong

“Kami mendalami ada dugaan tindak pidana, Undang-Undang Perdagangan menggunakan skema ponzi atau piramida. Diperkirakan member-nya sudah mencapai 12.000 member dengan investasi sebesar Rp1,2 triliun,” kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim, Brigjen Whisnu Hermawan di Mabes Polri pada Senin, 21 Februari 2022.

Dia mengungkapkan tiga orang tersangka yakni berinisial RPW, ZHP dan MU. Kemudian, satu orang tersangka masih dikejar oleh penyidik kepolisian dan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).

Terungkap Alasan Gen Z Rentan Terjerat Investasi Bodong, Ini Kata Pakar

Sementara, tiga orang tersangka berperan memberikan presentasi dan meyakinkan calon anggota bahwa tidak akan rugi berinvestasi di Viral Blast.

Selanjutnya, Whisnu mengatakan kasus ini mencuat karena sejumlah member yang merasa dirugikan perusahaan aplikasi yang berkantor di Surabaya, Jawa Timur itu, dan meminta pertanggungjawaban. Adapun, aplikasi ini bernaung dalam PT. Trust Global Karya tak punya izin melakukan perdagangan bisnis robot trading.

Buronan Pendiri Robot Trading Viral Blast Ditangkap

Selain itu, mereka juga menggunakan skema ponzi dalam beroperasi selama ini. "Hasil kejahatan dinikmati bersama-sama oleh para pengurus Viral Blast dan affiliasinya," jelas dia.

Sementara Kasubdit TPPU, Kombes Robertus Yohanes De Deo Tresna Eka Trimana menjelaskan bahwa perusahaan tersebut memasarkan produk e-book kepada member-nya untuk digunakan trading. Menurut dia, anggota yang bergabung harus menyetor sejumlah uang sesuai paket yang ditawarkan untuk membeli e-book tersebut.

"Bonus untuk perekrutan dengan sistem unilevel dengan total profit sharing 65 persen dari 20 persen keuntungan perusahaan," ujarnya.

Diduga, kata dia, mereka aktif melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan dan membayarkan uang hasil kejahatan tersebut.

Atas perbuatannya, para tersangka dijerat melanggar Pasal 3 atau Pasal 4 atau Pasal 5 atau Pasal 6 jo Pasal 10 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU jo Pasal 105 jo Pasal 9 dan/atau Pasal 106 jo Pasal 24 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.

“Para tersangka terancam pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar,” tandasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya