Konflik Iuran Lingkungan, Listrik di Apartemen Ini Dimatikan PLN

PLN matikan Apartemen Bogor Valley.
Sumber :
  • VIVA/ Muhammad AR.

VIVA - Konflik sengketa dualisme pengelolaan pembayaran Iuran Pemeliharaan Lingkungan kepada Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun atau PPPSRS antara PPPSRS versi warga dan PPPRSS versi pengembang di Apartemen Bogor Valley, berujung pemadaman listrik oleh PLN. Pemutusan dilakukan, akibat pembayaran telat dilakukan.

Gedung yang memiliki tiga tower dengan 694 unit itu pada Jumat malam, 29 Maret 2019, sempat gelap gulita. Akibatnya, para penguni terpaksa menyalakan pencahayaan seadanya dan menggunakan lampu batre dan lilin. Sebagian penghuni yang memiliki anak kecil, lebih memilih mengungsi ke lobi apartemen.

Ketua P3SRS Bogor Valley versi warga, Ria Andriani menjelaskan, pemutusan listrik terjadi sejak pagi pukul 08.10 WIB, tanpa ada pemberitahuan sebelumnya. Menurut Ria, saat ini, ada dua pembayaran warga kepada pihaknya dan ke PPPSRS yang dibentuk pengembang.

"Jadi, hanya diinfokan ke mereka pengembang, tidak dilanjutkan ke kami. PLN harusnnya lebih bijaksana, karena ada dua kepengurusan saat ini," kata Ria kepada VIVA.

Ria mengatakan, atas dualisme ini menyebabkan ada dua pembayaran. Warga langsung mengadukan kejadian ini ke DPRD Kota Bogor. Barulah, setelah negosiasi dengan PLN, akhirnya listrik kembali dinyalakan setelah pukul 23.00 WIB. Ria menuding, pengembang tidak memiliki iktikad baik dalam penyelesaian dua pengurusan ini.

"Jatuh tempo pembayaran tanggal 20 setiap bulan. Kesepakatan sebelumnya dengan pengembang, pembayaran dibagi dua. Kami sudah koordinasi tapi sulit, mereka tidak mau dan selalu menghindar," kata Ria.

Menurut Ria, sebagian besar warga menolak PPPSRS dari pengembang, tetapi lebih percaya ke PPPSRS warga untuk membayar iuran. P3SRS warga telah menyiapkan uang Rp122 juta untuk pembayaran PLN.

"Kami tidak mau kasih ke mereka, lebih baik ke PLN langsung," kata Ria.

Sekeluarga Tewas Lompat di Apartemen Jakut Introvert, Setahun Gak Komunikasi dengan Keluarga Besar

Ria merinci Apartemen Bogor Valley sendiri terdapat 694 unit, dengan 50 belum terjual, 100 belum serah terima. Sementara itu, sisannya ada 540, dengan 398 unit penguni berpihak dan mendukung P3SRS warga. Sementara itu, sekitar 92 orang memilih ke PPPSRS dibentuk oleh pengembang, dan 50 pemilik memilih netral.

Ria menjelaskan, P3SRS Bogor Valley yang bentukan warga hasil Rapat Umum Anggota di Apartemen Bogor Valley pada 5 Mei 2018, yang diketuai oleh Ria Andriani. Terhitung sejak Agustus 2018 sampai Januari 2019, telah membayar keseluruhan tagihan listrik Apartemen Bogor Valley sebanyak lima kali (lima bulan), yaitu bulan Agustus 2018, sebesar Rp98.701.672, September sebesar Rp105.712.142, Oktober Rp107.038.976, November sebesar Rp131.468.386, dan tagihan Januari 2019, sebesar Rp123.071.918.

Temuan Mengejutkan Pemeriksaan HP Sekeluarga Tewas Lompat dari Apartemen Jakut

Sementara, lanjut Ria, pengelola lama yang ditunjuk oleh P3SRS bentukan pengembang berdasar rapat PPPSRS Apartemen Bogor Valley No. 65 tanggal 11 Mei tahun 2018, yang diketuai oleh Budi Setyanto, baru membayar sekali tagihan total bulanan, yaitu tagihan Desember 2018. Pengelolaan ini membayar 50 persen tagihan bulan Februari 2019, dengan sisa 50 persen tagihan Februari 2019. yang dibayar oleh P3SRS bentukan warga.

"Ada ketidakadilan dan kesewenang-wenangan yang nyata di sini, di mana sebagian besar tagihan listrik sekitar 80 persen dibayarkan oleh P3SRS bentukan warga. Sementara, pihak pengelola lama lah yang menjual voucher pulsa listrik dan terus menarik IPL (Iuran Pengelolaan Lingkungan) dari warga, tapi tidak menggunakan dana yang mereka kumpulkan untuk pembayaran listrik," kata Ria.

Sekeluarga Sempat ke Klenteng Sebelum Lompat dari Apartemen di Jakut, Ngapain?

Dalam penyelesaiannya, P3SRS versi warga menyampaikan kepada pengelola sama agar sebelum terbentuknya tim independen untuk menangani penjualan pulsa listrik dan pembayaran tagihan listrik atau sebelum adanya keputusan hukum yang tetap.

Maka, kedua belah pihak akan membayar tagihan listrik bersama secara bagi rata terhitung Februari 2019. Terhitung pada Februari 2019, yang dibayarkan 26 Februari terlaksana. Namun, tidak demikian halnya pada Maret 2019 ini.

Sementara itu, kata Ria, jauh hari sebelum jatuh tempo oleh pihak P3SRS bentukan warga dana untuk pembayaran 50 persen tagihan PLN pada Maret 2019 sudah disiapkan.

Selain itu, juga sudah berkomunikasi dengan mengirimkan surat resmi kepada pengelola lama untuk bersama-sama seperti Februari 2019, membayar tagihan PLN. Namun, sampai Jumat 29 Maret 2019, pengelola lama tetap tidak menunjukkan itikad baik, justru menolak membayar tagihan listrik, sehingga berbuntut pemutusan aliran listrik oleh PLN.

"Di sini, sekali lagi jelas terlihat bahwa P3SRS bentukan pengembang dan pengelola lama tidak peduli dengan kepentingan warga, melainkan hanya peduli dengan kepentingan mereka sendiri. Dan, ini sudah melanggar hak dasar warga, mengingat listrik adalah kebutuhan vital bagi warga," kata Ria.

Warga menuntut pihak apartemen bertanggung jawab untuk menyelesaikan konflik. Dalam pemadaman ini, warga menuding pengembang mensabotasenya. Keganjilan itu, kata Ria, terlihat saat PLN menolak pembayaran dengan alasan berkoordinasi dengan pengembang.

"Apa urusannya dengan pengembang. Sejak kami membuat P3SRS ini, kami menolak PPPSRS yang dibuat pengembang. Hanya untuk menguras biaya tinggi dengan IPL tidak wajar, padahal bisa dengan biaya jauh lebih murah dan seusai undang-undang PPPSRS, kami yang kelola, bukan mereka yang tidak punya unit di sini," kata Ria.

Pantauan VIVA pada pukul 02.00WIB dini hari, petugas PLN yang melakukan pemeriksaan genset.

"Kemarin-kemarin ke mana. Tadi siang, juga sudah tahu genset rusak kenapa tidak diperbaiki dari siang, kenapa setelah magrib mereka baru benerin gensetnya dan hanya bisa menyalakan lampu koridor saja," kata Ria.

Warga mendesak Pemerintah Kota Bogor, bersikap tegas agar membubarkan dua pengurus yang saat ini sedang bergulir persidangan di Pengadilan Bogor. Warga ingin membangun kepengurusan yang baru dengan transparan seperti pembentukan PPPSRS yang tidak mendapat restu warga dan pihak pengembang selalu menolak untuk penyelesian kepengurusan.

"Kami ingin pemerintah tegas. Kami terbuka, kalau mau bubarkan, buat RUTA (Rapat Umum Tahunan Anggota) untuk membentuk pengurus P3SRS baru," kata Ria. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya