Soal Paracetamol di Teluk Jakarta, Peneliti: Kadarnya Kecil

Nelayan berangkat melaut di Teluk Jakarta
Sumber :
  • Antara/ Paramayuda

VIVA – Menindak lanjuti adanya temuan kontaminasi paracetamol di Perairan Teluk Jakarta, peneliti dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University, Etty Riani mengungkapkan perlu penelitian lebih lanjut. Sebab, lingkungan merupakan sistem yang saling terkait.

3.37 Mln Hectares Palm Plantation Inside Forest Area, KLHK Identifies

Etty juga menyampaikan kadar paracetamol yang ditemukan di Teluk Jakarta ini masih terhitung kecil. Sebab, kalau dilihat dari jumlahnya hanya sebesar 600 ng/L atau bisa dibilang sifatnya non akut.

“Sehingga tidak akan menjadi mematikan dalam jumlah tersebut,” kata Etty, saat menyampaikan paparan “Paracetamol: Penyebab Laut Terkontaminasi, Dampak, Pengelolaannya” pada media briefing secara virtual di kutip Rabu 6 Oktober 2021.

KLHK: 3,37 Juta Hektare Lahan Sawit Terindikasi Ada dalam Kawasan Hutan

Baca juga: YLKI Dorong Peningkatkan Standar Keamanan pada Kemasan Makanan

Untuk itu, Etty menyampaikan bahwa hal yang perlu diperhatikan adalah lingkungan itu merupakan sistem yang saling terkait. Sehingga, dia mengingatkan perlu ada penanganan lebih lanjut agar tidak menimbulkan gangguan.

Kementerian LHK Ungkap Pentingnya Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen

“Sosialisasi kepada masyarakat juga perlu dilakukan. Jika ingin lingkungan bersih, sehat dan nyaman, maka setiap individu harus peduli lingkungan,” katanya.

Dari hasil Penelitian Pusat Oseanografi LIPI - BRIN, konsentrasi paracetamol di Teluk Jakarta yaitu sebesar 420-610 ng/L. Artinya terdapat kandungan 420-610 gram paracetamol dalam 1 juta meter kubik air laut.

Salah seorang peneliti pada penelitian “Tingginya konsentrasi paracetamol pada buangan air limbah mendominasi air di Teluk Jakarta, Indonesia”, yaitu Zainal Arifin menjelaskan riset paracetamol dan bahan pencemar ini dilakukan sejak 2017 sampai 2020. 

Menurut dia, dari lima lokasi penelitian yaitu Angke, Ancol, Tanjung Priuk, Cilincing dan Pantai Eretan, paracetamol terdeteksi di dua lokasi yaitu Ancol dan Angke.

“Dari 4 parameter yaitu parameter fisik hasilnya aman bagi biota, dan parameter logam berat terlarut umumnya aman. Sedangkan nutriens seperti ammonia, nitrate, dan fosfat melebihi baku mutu. Sementara, parameter lainnya seperti pcb dan pestisida juga aman bagi biota laut,” ujarnya. 

Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah Limbah dan B3 (PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rosa Vivien Ratnawati menyampaikan paracetamol yang menjadi bahan penelitian tersebut merupakan bagian dari berbagai upaya di dunia untuk melakukan penelitian terhadap Contaminants of Emerging Concern (CEC). 

CEC adalah bahan kimia sintetis atau alami yang biasanya tidak dipantau di lingkungan, tetapi memiliki potensi untuk memasuki lingkungan dan menyebabkan efek yang sudah diketahui atau diduga memiliki efek terhadap ekologis dan (atau) kesehatan manusia. 

Kontaminan baru ini, kata dia muncul karena belum cukup pengetahuan untuk memastikan efek samping dari bahan kimia, sehingga dapat dipahami risiko yang terkait dengan kesehatan masyarakat dan lingkungan.

“Saat ini belum ada baku mutu air terkait dengan paracetamol dan hal ini termasuk emerging pollutan. Dari paparan para ahli juga jumlahnya relatif kecil, dan kecil kemungkinan untuk mengganggu kesehatan, ” ujarnya.

Dalam hal ini, KLHK menghargai penelitian tersebut. Hal ini menunjukkan Indonesia sudah memiliki perhatian terhadap isu CEC dan memiliki kemampuan penelitian dengan menggunakan peralatan Advanced Analytical Techniques untuk mendeteksi bahan kimia dengan konsentrasi yang sangat kecil, seperti yang dimiliki oleh Laboratorium Pusat Penelitian Oseanografi.

Senada, Plt. Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Sigit Reliantoro mengatakan Teluk Jakarta merupakan muara dari 13 sungai. Kalau dilihat dari segi daya dukung dan daya tampung memang sebagian besar dari Jakarta, yang juga dipengaruhi oleh daerah di sekitarnya.

“Upaya paling efisien untuk penanganannya yaitu dilakukan sejak dari sumbernya. Jadi masing-masing daerah melakukan identifikasi sumber pencemarnya. Jadi kunci utamanya yaitu kolaborasi untuk perbaikan kualitas air laut di Jakarta khususnya,” kata Sigit.

Untuk menindaklanjuti pengelolaan bahan kimia farmasetika dan Contaminants of Emerging Concern, KLHK dan BRIN akan membentuk Working Group Pengelolaan Contaminants of Emerging Concern, bekerjasama dengan kementerian teknis terkait dan Perguruan Tinggi. 

KLHK juga bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan untuk sosialisasi kepada masyarakat tentang penggunaan obat-obatan baik terutama obat yang tersedia bebas di pasaran.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya