DPRD Dijanjikan Fee Proyek UPS, Apa Kata Haji Lulung?

Sumber :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar
VIVA.co.id
Ketua DPRD DKI Tampik Pakai Komputer yang Disita Bareskrim
- Wakil Ketua DPRD DKl Jakarta, Muhammad Taufik, enggan berkomentar mengenai kasus dugaan korupsi pengadaan alat Uninterruptible Power Supply (UPS) 25 SMA/SMK Suku Dinas Pendidikan Menengah di Jakarta Barat pada APBD Perubahan tahun 2014.

Bareskrim Sita Surat yang Dikirim Ahok ke DPRD

Pada perkara itu, disebut ada keterlibatan DPRD DKl Jakarta dalam proses pengadaannya. Ketua Komisi E DPRD DKl Jakarta, HM Firmansyah serta anggota Komisi E DPRD DKl Jakarta, Fahmi Zulfikar Hasibuan disebut dalam surat dakwaan dengan terdakwa mantan Kepala Seksi Prasarana dan Sarana Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Barat, Alex Usman.
Ruang Kerja Ketua DPRD DKI Digeledah Polisi Terkait UPS


Disinggung mengenai keterlibatan koleganya yang disebut dalam dakwaan, M. Taufik enggan memberikan komentar. "Itu kan pengadilan," kata Taufik, di Gedung KPK, Jakarta, Jumat 30 Oktober 2015.

Senada dengan Taufik, Wakil Ketua DPRD lainnya, Abraham Lunggana alias Lulung juga tidak banyak berkomentar mengenai perkara tersebut. Pada saat perkara ini masih dalam tahap penyidikan, Lulung diketahui pernah diminta keterangannya oleh penyidik Bareskrim.

Dia menyebut perkara itu sudah masuk ranah kewenangan pengadilan. "Urusan pengadilan nanti manggil siapa yang disebut," ujar dia.


Sebelumnya, keterlibatan Anggota DPRD DKl Jakarta disebut dalam dakwaan dugaan korupsi pengadaan alat Uninterruptible Power Supply (UPS) 25 SMA/SMK pada Suku Dinas Pendidikan Menengah di Jakarta Barat pada APBD Perubahan tahun 2014.


Ketua Komisi E DPRD DKl Jakarta, HM Firmansyah, serta anggota Komisi E DPRD DKl Jakarta, Fahmi Zulfikar Hasibuan, disebut dalam surat dakwaan dengan terdakwa mantan Kepala Seksi Prasarana dan Sarana Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Barat, Alex Usman.


Jaksa Penuntut Umum menyebut bahwa Alex dan juga Harry Lo selaku Direktur Utama PT Offistarindo Adhiprima, pernah melakukan pertemuan dengan Fahmi di Hotel Redtop pada bulan Juli 2014.


Pertemuan dilakukan untuk melobi Fahmi yang juga anggota Badan Anggaran (Banggar), agar UPS dapat dijadikan sebagai barang pengadaan di Sudin Dikmen Jakarta Barat Tahun Anggaran 2014. Hal itu dilakukan lantaran Sudin Dikmen Jakarta Barat tidak pernah mengajukan permohonan anggaran atau dana untuk pengadaan UPS.


Pada pertemuan itu dibicarakan supaya dianggarkan pengadaan UPS dalam APBD Perubahan Tahun Anggaran 2014 dengan harga per unitnya sebesar Rp6 miliar.


"Fahmi Zulfikar Hasibuan menyanggupi akan memperjuangkan anggaran untuk pengadaan UPS dan menyampaikan bahwa jika anggaran UPS berhasil maka Fahmi meminta 7 persen sebagai fee atau Uang Pokok-Pokok Pikiran dari pagu anggaran sebesar Rp300 miliar dan permintaan komitmen 7 persen fee dari pagu anggaran UPS tersebut harus disetujui Harry Lo," kata Jaksa Tasjrifin Halim, saat membacakan surat dakwaan Alex di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis 29 Oktober 2015.


Menindaklanjuti agar anggaran pengadaan UPS dapat lolos dalam APBD Perubahan 2014, Fahmi melakukan kerjasama dengan HM Firmansyah selaku Ketua Komisi E DPRD DKl Jakarta. Kerjasama itu dengan cara mengajukan pengadaan UPS untuk SMAN/SMKN pada Sudin Dikmen Kota Administrasi Jakarta Barat dan Jakarta Pusat.


Pengadaan UPS itu dianggarkan dalam APBD perubahan tahun 2014 sebanyak 25 kegiatan dengan anggaran sejumlah Rp150 miliar.


Pada pelaksanaan pengadaannya, Jaksa mendakwa telah terjadi penggelembungan harga serta ada penunjukkan langsung dalam lelang.


Lantaran pengadaan UPS telah berhasil digolkan melalui kongkalingkong dengan anggota Komisi E, realisasi komitmen fee 7 persen kemudian diberikan dari perusahaan pemenang lelang yakni PT Offisatrindo Adhiprima dan PT lstana Multimedia Center.


"Pokok Pikiran kepada anggota DPRD DKl jakarta sebesar 7 persen atau Rp21 miliar, dimana transaksi pengeluarannya dilakukan oleh Sari Pitaloka selaku Marketing PT Offistarindo Adhiprima," kata Jaksa.


Pengeluaran dilakukan dengan cara beberapa kali menyerahkan uang secara tunai yang dibungkus dengan bungkusan warna cokelat seperti kertas satu rim, yang kemudian dimasukan ke dalam tas kecil warna hitam.


Bungkusan berisi uang itu diberikan kepada petugas keamanan rumah kost milik anak Alex bernama Ahmad Marzuki. Penyerahan dilakukan selalu di dalam mobil Nissan Extrail hita, yang dibawa oleh Sari. Uang yang diserahkan pada Marzuki selalu diserahkan pada keponakan Alex yang bernama Devita dirumah Alex.


Sesuai dengan arahan Alex, Devita menyerahkan bungkusan berisi uang kepada Erwin Mahyudin dengan cara meletakannya ke dalam jok bagian tengah mobil yang dikendarai Erwin.


Uang tunai yang diterima beberapa kali antara bulan Agustus sampai bulan Desember selalu diserahkan oleh Erwin kepada Agus Sutanto, yang kemudian diteruskan kepada Firmansyah.


Jaksa menambahkan, pada pelaksanaan pengadaannya, Alex dengan Harry Lo juga telah menyepakati bahwa sebelum diadakan lelang, dilakukan perencanaan untuk meloloskan perusahaan Harry sebagai pemenang lelang.


Harry diketahui juga pernah memberikan uang sebesar Rp4 miliar kepada Alex di restoran lantai dasar Hotel Pullman pada bulan Februari 2015. Uang itu merupakan uang terima kasih karena pekerjaan UPS telah selesai. Namun Alex belum mau menerima dan menyampaikan supaya uang tersebut dipegang dulu oleh Harry Lo.


Atas perbuatannya, Alex didakwa jaksa telah melanggar Pasal 2 ayat 1 atau 3 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya