Djarot Ogah Komentari Isu Hak Angket atas Ahok

Plt Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat.
Sumber :
  • Raudhatul Zannah - VIVA.co.id

VIVA.co.id – Wakil Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat, enggan berkomentar terkait wacana hak angket yang diusulkan sejumlah anggota DPR kepada pemerintah untuk memprotes kembalinya Basuki Tjahaja Purnama sebagai Gubernur Ibu Kota usai cuti kampanye Pilkada walau sedang berstatus terdakwa kasus penodaan agama di sidang Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

Hasto: Ahok Belum Terdaftar Jadi Kader PDI Perjuangan

Bagi Djarot, soal pengangkatan maupun pemberhentian merupakan kewenangan Kementerian Dalam sepenuhnya. "Kan bukan urusan kita, itu Mendagri," kata Djarot di Balai Kota Jakarta, Selasa 14 Februari 2017.

Ketika ditanya apakah ada unsur politik pada hak angket tersebut, Djarot juga tak mau menerka-nerka. "Kamu cari tahu sendiri aja, apa ada unsur politiknya enggak," ujarnya.

Djarot: Ahok Minta Pendukungnya Tak Golput

Sebelumnya, 90 fraksi DPR sebagai inisiator hak angket menilai ada pelanggaran terhadap terhadap Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 83 ayat1 dan ayat 3.

Mereka ingin menguji sebuah pelanggaran yang dilakukan pemerintah yang tidak memberhentikan Basuki Tjahaja Purnama sebagai gubernur.Sebelumnya, sebanyak empat Fraksi menyatakan setuju dengan usulan hak angket tersebut.

Haru, Djarot Dilepas dengan Iringan Arakan Delman

Mereka yakni Partai Demokrat, Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Amanat Nasional.Usulan hak angket digulirkan, karena dinilai ada pelanggaran terhadap Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 83 ayat 1, ayat 2 dan ayat 3.

Berikut ini bunyi Pasal tersebut: 1) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang menjadi terdakwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberhentikan sementara berdasarkan register perkara di pengadilan. 3) Pemberhentian sementara kepala daerahdan/atau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh Presiden untuk gubernur dan/atau wakil gubernur serta oleh Menteri untuk bupati dan/atau wakil bupati atau walikota dan/atau wakil wali kota.

Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum mendakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dengan Pasal 156a KUHP atau Pasal 156 KUHP tentang penistaan atau penodaan agama. Dakwaan tersebut merupakan dakwaan alternatif ditandai dengan kata 'atau'.

Alternatif pertama yaitu Pasal 156A KUHP dengan kualifikasi penodaan agama saat terdakwa kunjungan kerja ke Kepulauan Seribu. Sedangkan, alternatif kedua Pasal 156 KUHP.

Pasal 156aDipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan: a. yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia; b. dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apa pun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Pasal 156 Barangsiapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beherapa golongan rakyat Indonesia, diancam denganpidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribulima ratus rupiah.

Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa hagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat, asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya