Revisi UU MD3 oleh DPR Dikritik Ingkari Demokrasi

Ilustrasi Sidang Paripurna DPR. Ruangan kosong melompong.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

VIVA –  Keputusan DPR mensahkan revisi UU MD3 (MPR, DPR, DPD dan DPRD), menuai banyak kritik. Bahkan, pasal-pasal yang baru disahkan pada paripurna Senin kemarin itu, dinilai sebagai bentuk pengingkaran terhadap cita-cita Reformasi 1998.

DPR Sahkan Revisi UU MD3 Soal Penambahan Pimpinan MPR

"Setidaknya ketiga pasal tambahan tersebut perlu dikoreksi, karena potensial mengebiri demokrasi. Ini jelas pengingkaran terhadap reformasi,” ujar pengamat politik dari POIN Indonesia, Arif Nurul Imam, dalam keterangan persnya, Selasa 13 Februari 2018.

Pasal 73 dikatakan bahwa DPR bisa melakukan pemanggilan paksa terhadap instansi tertentu dengan meminta bantuan kepolisian.

DPR dan Pemerintah Sepakat Revisi UU MD3

Pasal 122 sebagai tambahan bahwa DPR bisa mengambil langkah hukum terhadap pihak tertentu yang dianggap melecehkan lembaga dan anggota. Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), yang diberi wewenang.

Sementara Pasal 245 yang juga merupakan tambahan, adalah pemanggilan dan permintaan keterangan penyidik kepada DPR harus mendapat persetujuan tertulis Presiden dan pertimbangan MKD.

Fahri Hamzah: Pimpinan MPR Ditambah Sinyal Rekonsiliasi Jokowi

Padahal pada Mei 2018 nanti, Reformasi akan memasuki usia yang ke-20 tahun. Tetapi justru DPR, membuat peraturan yang dianggap bisa menghalangi setiap orang untuk mengkritik lembaga tersebut.

"UU MD3 ini merupakan tragedi karena akan mengebiri demokrasi,” kata Arif.

Pasal 73:
Ayat (5) Panggilan paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Pimpinan DPR mengajukan permintaan secara tertulis kepada kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia paling sedikit memuat dasar dan alasan pemanggilan paksa serta nama dan alamat badan hukum dan atau warga masyarakat yang dipanggil paksa, dan

b. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia memerintahkan kepala kepolisian daerah di tempat domisili badan hukum dan atau warga masyarakat yang dipanggil paksa untuk dihadirkan memenuhi panggilan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (4).

Ayat (6) Dalam hal menjalankan panggilan paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menyandera badan hukum dan atau warga masyarakat untuk paling lama 30 hari.

Ayat (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemanggilan paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dan penyanderaaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur dengan Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pasal 122 huruf K

Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 121A, MKD bertugas:

Mengambil langkah hukum dan atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.

Pasal 245

Pemanggilan dan permintaan keterangan pada anggota DPR sehubungan dengan terjadinya tindak pidana yang tidak sehubungan dengan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud Pasal 224 harus mendapatkan persetujuan tertulis dari presiden setelah mendapat pertimbangan dari MKD.

Ketua Badan Legislasi, Supratman Andi Agtas, mempersilakan pasal-pasal yang baru disahkan DPR dalam UU MD3 untuk digugat ke Mahkamah Konstitusi. Sepanjang penggugat memiliki kedudukan hukum, DPR mempersilakan.

"Semua pasal bisa di-review, itu hak warga negara sepanjang punya legal standing. Yang tak boleh ajukan gugatan hanya DPR dan pemerintah. Di luar itu boleh," kata Supratman saat dihubungi, Selasa, 13 Februari 2018. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya