15 Tahun Reformasi, Bank Dunia Sebut Pendidikan RI Lemah

Siswa Sekolah Dasar bersiap upacara bendera.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

VIVA – Bank Dunia menilai kualitas pendidikan Indonesia masih rendah meskipun perluasan akses pendidikan telah signifikan setelah 15 tahun reformasi pendidikan dijalankan sejak 2002.

Kado Awal 2024, Rp4,385 Triliun Dana BOS Madrasah dan BOP RA Cair

Kepala Ekonom Bank Dunia untuk Indonesia Frederico Gil Sander mengatakan, setelah 15 tahun berlangsung, hasil reformasi menjadi beragam. Jumlah siswa yang bersekolah tumbuh secara signifikan, tapi kualitas belajar siswa tetap berada di bawah tingkat negara-negara lain di kawasan.

"Misalnya, 55 persen anak usia 15 tahun secara fungsional buta huruf, dibandingkan lebih rendah dari Vietnam sebesar 10 persen," ucapnya saat ditemui di Bursa Efek Indonesia, Rabu 6 Juni 2018.

Jokowi Revisi APBN 2023, Anggaran Pendidikan Naik Jadi Rp 624,25 Triliun

Dia juga berpendapat, pada dasarnya reformasi pendidikan mencakup bidang-bidang yang tepat, seperti mencakup peningkatan pembiayaan pendidikan, peningkatan partisipasi para pelaku lokal dalam tata kelola sektor, peningkatan akuntabilitas, peningkatan kualitas guru, dan pemastian kesiapan siswa ketika mereka memasuki sekolah.

Tetapi, kata dia, pelaksanaannya masih menyebabkan hasil yang tidak merata. "Tantangan-tantangan pelaksanaan yang signifikan menghambat reformasi kebijakan untuk mencapai potensi penuhnya," kata Frederico.

Kesetaraan Pendidikan Terasa Bila 20 Persen Anggaran Digunakan Maksimal

Karena itu, lanjut dia, Pemerintah Indonesia perlu mengambil langkah-langkah yang tepat untuk menghentingkan ketimpangan dalam hasil belajar siswa, seperti menetapkan dan menegakkan kriteria kualifikasi yang harus dipenuhi oleh setiap guru yang mengajar.

Selain itu, pemerintah perlu melengkapi mekanisme pembiayaan yang ada untuk pendidikan dengan transfer yang targetnya ditetapkan dengan baik dan berbasis kinerja untuk sekolah dan kabupaten yang tertinggal.

"Dan meluncurkan kampanye kualitas pendidikan nasional untuk menciptakan kesadaran publik dan tekanan untuk melakukan tindakan yang efektif untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar," ungkapnya.

Menanggapi hal itu, Menteri Keuangan saat ditemui di lokasi yang sama mengatakan, masalah pendidikan itu diatur dan dilaksanakan oleh banyak instansi maupun pemerintahan. Oleh karena itu dari sisi tanggung jawab memang secara kolektif.

"Di tingkat pusat saja paling tidak untuk tiga kementerian, Kementerian Ristekdikti, Kemedikbud dan kemudian Kementerian Agama yang semuanya memiliki anggaran yang berhubungan dengan pendidikan," ungkapnya.

Namun begitu, lanjut dia, anggaran pendidikan tersebut yang mencapai Rp444 triliun pada 2018, dua pertiganya diserahkan langsung ke daerah, dan digunakan sebagian besarnya hanya untuk membayar guru.

"Dan guru itu termasuk gaji dan tunjangan yang kualitasnya masih perlu untuk diperbaiki," ungkapnya.

Karena itu, dia berpendapat, untuk menyelesaikan masalah pendidikan tersebut, maka kualitas guru dan kualitas tunjangannya harus di perbaiki, sehingga betul-betul mencerminkan kebutuhan guru untuk bisa memberikan pengajaran yang baik.

Kemudian, lanjut dia, terkait efektivitas belajar mengajar di kelas, kualitas kurikulum dan textbook menjadi sangat penting, sebab hal itu juga menjadi salah satu temuan di dalam berbagai negara mengenai bagaimana manajemen sekolah dan efektivitas anak-anak belajar di sekolah menjadi sangat penting.

"Ini tentu jadi suatu yang kita lihat sebagai persoalan yang komplit, sehingga kita bisa sebagai suatu negara itu membuat atau membangun strategi pembangunan sumber daya manusia terutama terkait tantangan-tantangan yang muncul apakah itu industrialisasi, teknologi yang berubah, dan juga keterbukaan informasi," ungkapnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya