KPK Minta Parpol Terbuka soal Pengelolaan Keuangan

Gedung Baru KPK
Sumber :
  • ANTARA/Hafidz Mubarak

VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta partai politik terbuka atau transparan dalam hal pengelolaan keuangan. Tak hanya terbuka soal sumber pemasukan tetapi juga pengeluarannya. Sebab, selama pengelolaan keuangannya terbuka, KPK tidak mempersoalkan sumber dana partai politik berasal dari kader, simpatisan, masyarakat, pengusaha maupun pemerintah.

"Kami ingin pendanaan ini transparan dan akuntabel. Kuncinya transparan. Kalau pengusaha sumbang boleh saja. Terbuka saja bilang supaya orang bisa akses. Yang masalah kalau yang di 'belakang pintu' itu," kata Deputi Bidang Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan kepada awak media, Senin, 25 Juni 2018.

Menurut Pahala, transparansi ini menjadi hal penting lantaran partai-partai politik kerap mengeluhkan tidak memiliki dana yang cukup untuk menjalankan roda organisasi. Sementara saat menggelar Munas, partai politik terkesan tak ragu mengeluarkan uang puluhan miliar rupiah.
 
"Kelihatannya ada yang tidak nyambung. Kalau ketemu kami (KPK), miskin semua, tapi kalau Munas paten banget. Berarti kan ada fundraising yang tak dipublikasikan. Untuk itu kami dorong keterbukaan atau transparasi keuangan parpol. Kami ingin melihat pemasukan dari mana saja dan pengeluarannya buat apa saja," kata Pahala.

Dia menambahkan, transparansi pula yang menjadi salah satu poin rekomendasi hasil kajian KPK mengenai dana parpol. Berdasar hasil kajian tersebut, KPK mengusulkan alokasi bantuan dana parpol dari pemerintah meningkat seiring dengan peningkatan transparansi keuangan parpol.

Struktur KPK Gemuk, Dewas Sudah Ingatkan Firli Bahuri Cs

"(Transparansi) ini kami yakin yang paling berat. Supaya terbuka berapa pemasukan dan pengeluaran ya supaya lebih jelas," kata Pahala.

Pahala tak menjelaskan secara rinci berapa biaya yang dibutuhkan parpol untuk mendanai kegiatan pendidikan politik, rekrutmen dan kontestasi politik karena nilainya bervariasi. Namun, berdasar kajian yang dilakukan, kata Pahala, biaya paling besar untuk mengikuti kontestasi politik adalah mahar dan saksi di tempat pemungutan suara.

"Bukan biaya kampanye yang besar. Yang besar itu mahar dan yang kedua itu barulah biaya saksi di TPS," ujarnya.

KPK Tetapkan 3 Tersangka Baru Kasus Korupsi Dirgantara Indonesia

Menurut Pahala, selama ini kandidat yang menanggung seluruh biaya kontestasi. Pola ini, menurut dia, tidak sehat karena akibatnya kandidat mencari sumber-sumber dana dari manapun, termasuk dengan cara ilegal.

"Harusnya partai punya duit cukup jadi tidak perlu minta mahar. Kalau punya duit cukup tidak perlu undang orang, kadernya sendiri saja dimajuin. Termasuk misalnya saksi di TPS. Saksi di TPS kan semuanya kader partai tetapi minta dibayar juga transportasi dan lainnya," ujarnya.

Anggaran Miliaran KPK untuk Mobil Dinas, Ini yang Bisa Dipilih

Dia menambahkan, "Dua biaya besar ini bisa dihilangkan kalau partainya kuat dan punya sumber pendanaan resmi. Itu yang kami dorong, makanya kalau partai mau fundrising bagus. Tapi terbuka, supaya jangan dibebankan ke kandidat kalau kandidat yang dibebankan susah." (ase)

Wakil Ketua KPK Alexander Mawarta.

Bantah Isu Taliban, Pimpinan KPK: Adanya Militan Pemberantas Korupsi

Isu Taliban dinilai sengaja dihembuskan untuk menyerang citra KPK. Isu lama yang berulang kali dimainkan.

img_title
VIVA.co.id
26 Januari 2021