Putuskan PKPU Caleg Koruptor, MA Tak Perlu Tunggu MK

Aksi demonstrasi di depan gedung MK usai Pilpres 2014.
Sumber :
  • VIVAnews/Muhamad Solihin

VIVA - Mahkamah Agung menyatakan tak bisa langsung memenuhi permintaan pemerintah untuk mempercepat putusan uji materi PKPU Nomor 20 Tahun 2018 yang salah satu pasalnya melarang mantan napi koruptor maju sebagai caleg dan calon senator di DPD, karena harus menunggu hasil uji materi undang undang Pemilu di Mahkamah Konstitusi.

Tolak Ada Napi Koruptor Jadi Bacaleg, Ketua DPW Perindo DIY Pilih Mundur

Juru bicara MK Fajar Laksosno mengatakan, MA tak perlu menunggu putusan MK terkait uji materi PKPU Nomor 20 Tahun 2018 karena substansi uji materi Undang-Undang Pemilu di MK berbeda dengan uji materi PKPU di MA.

"MK menyatakan tidak perlu ada yang ditunggu oleh Mahkamah Agung. Karena betul Undang-Undang Pemilu sedang diuji oleh MK, tapi yang diuji di MK itu tak ada kaitannya dengan norma yang diuji di MA. Norma PKPU yang diuji di MA itu tidak ada kaitannya dengan yang diuji oleh MK," kata Fajar saat dihubungi, Selasa, 4 September 2018.

Eks Koruptor Boleh Nyaleg, KPU Diminta Dorong Revisi UU Pemilu

Atas dasar itu, Fajar memastikan tidak ada alasan Mahkamah Agung menunda uji materi PKPU. MA bisa menjalankan permintaan pemerintah untuk memprioritaskan uji materi PKPU nomor 20 tahun 2018 sehingga polemik antara KPU dan Bawaslu usai.

"Yang diuji di MK memang UU Pemilu, tapi normanya terkait masa jabatan Wapres, terkait dana kampanye, terkait citra diri, nah enggak ada hubungannya, enggak ada kaitannya norma yang sedang diuji di Mahkamah Agung, lanjut mestinya, tidak ada alasan menunggu putusan MK," katanya.

Zumi Zola Ajukan PK, KPK Singgung Keseriusan MA Berantas Korupsi

Fajar mengungkapkan, Undang-Undang MK yang dijadikan dalil oleh MA sebenarnya sudah direvisi. Sehingga pasal 55 yang jadi dalil MA kurang tepat.

"Ada di dalam putusan MK 93 tahun 2017 walaupun diuji frasa dihentikan itu kan diubah oleh MA, itu menunda pemeriksaannya. Pengujian UU MK Pasal 55. Jadi disitu disinggung sepanjang norma itu berkaitan. Kalau itu tak berkaitan apa yang ditunggu," katanya.

Atas dasar itu, menurut Fajar, MA harus segera memenuhi permohonan pemerintah terkait prioritas uji materi PKPU Nomor 20 Tahun 2018. Apalagi hak tersebut akan berdampak pada tahapan Pemilu di mana KPU harus mengumumkan daftar calon tetap peserta Pemilu 2019 pada 20 September mendatang.

"Harus segera memeriksa dan boleh memutus. Tidak boleh menunda, karena normanya tidak berkaitan. Bayangkan kalau nanti MK belum memutuskan kemudian ada lagi (yang melakukan uji materi). Sampai kiamat enggak selesai." 

Sebelumnya, Juru Bicara MA Suhadi menyatakan, lembaganya tidak bisa secara serta merta memenuhi keinginan pemerintah mempercepat proses uji materi PKPU. Karena masih ada perkara terkait uji materi Undang-Undang Pemilu di Mahkamah Konstitusi dan MK harus menunggu itu.

"Secara prinsip MA menunggu putusan JR di MK. Supaya putusan MK dan MA tidak tolak belakang," kata Suhadi saat dihubungi, Selasa 4 September 2018.

Suhadi menjelaskan, landasan hukum MA belum memutuskan uji materi PKPU adalah undang undang MK nomor 24 tahun 2003. Pada pasal 53 mengatakan bahwa MK memberitahukan kepada MA bahwa ada judicial review satu undang undang terhadap UUD.

Kemudian pasal 55 menyebutkan bahwa perkara judicial review di MA yang undang undangnya sedang di judicial review di MK, maka proses judicial review di di MA wajib untuk dihentikan sementara, sampai ada putusan MK.

"Ya memang kalau filosifinya itu jangan sampai bertolak belakang putusan, karena andai kata nanti MA memutus mengabulkan tahu-tahu undang undangnya oleh MK dinyatakan bertentangan ya nggak ada artinya putusan MA. Itu dasarnya. Jadi, nggak bisa dipaksakan kalau JR di MK belum putus." (mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya