DPR Ingatkan Kemungkinan Saudi Paceklik karena Jemaah Umrah Boikot

Anggota Komisi VIII DPR RI Hasan Aminuddin di Surabaya, Jawa Timur, pada Kamis, 3 Januari 2019.
Sumber :
  • VIVA/Nur Faishal

VIVA – Sebagian pengusaha travel umrah dan haji keberatan dan mengancam boikot atas kebijakan pemerintah Arab Saudi memberlakukan perekaman biometrik sebagai syarat pembuatan visa untuk jemaah umrah. Alasannya, kebijakan itu tidak disertai fasilitas perekaman yang memadai.

Melindungi Keamanan, Ini Imbauan Penting Petugas Jemaah Haji di Tanah Suci

Anggota Dewan Komisi VIII Perwakilan Rakyat RI Hasan Aminuddin mengingatkan, jika benar-benar boikot terjadi, jasa perhotelan dan lainnya di Arab Saudi bisa-bisa paceklik.

Hasan mengatakan, pada dasarnya jemaah umrah di Indonesia tidak keberatan dengan kebijakan biometrik itu. Jadi soal karena fasilitas alat perekaman biometrik sangat minim. Di Jawa Timur saja hanya ada dua tempat, yakni di Surabaya dan Malang. Waktu perekamannya juga tidak berbarengan dengan ketika mengurus paspor.

Pertamina Sumbagut Jamin Ketersediaan Avtur Cukup dan Aman Selama Penerbangan Haji

“Betapa tersiksanya orang mau umrah dan haji yang ada di pedalaman dan pegunungan. Sehingga Menteri Agama sudah tidak harus beretorika, namun harus kerja konkret melakukan negosiasi kepada Kedutaan Arab Saudi untuk memperbanyak alat yang ditempatkan di seluruh kantor Imigrasi,” kata Hasan di Surabaya, kemarin.

Kementerian Agama bersama Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah RI atau Amphuri sebetulnya sudah menyampaikan keberatan itu ke pemerintah Saudi melalui kedutaannya di Jakarta. Namun, kata Hasan, rupanya upaya itu belum berhasil menemukan solusi.

Dirjen Ingin Petugas Imigrasi RI juga 'Ngantor' di Bandara Saudi saat Kepulangan Jemaah Haji

Menurut mantan bupati Probolinggo, Kerajaan Arab Saudi semestinya peduli kepada keberatan pihak Indonesia soal kebijakan biometrik itu. Sebab, jumlah jemaah haji maupun umrah dari Indonesia terbanyak sedunia. “Seandainya ini bukan urusan syariat agama, saya akan mengusulkan boikot kalau alat ini (perekam biometrik) tidak ditempatkan di Imigrasi,” ujarnya.

“Biar merasakan Arab Saudi bagaimana dampak kebijakan itu dan pendapatan ke Saudi Arabia terutama visa. Pengusaha di Saudi, hotel dan toko-toko, akan paceklik. Saya jamin akan terjadi paceklik, di Mekah dan Madinah tatkala Indonesia Indonesia tidak melakukan umrah dan haji. Karena, estimasi saya jemaah umrah setahun itu satu juta (orang). Haji saja 250 ribulah--regular dan plus,” kata Hasan.

Amphuri sebelumnya berencana memboikot pemberangkatan jemaahnya sebagai protes atas pemberlakuan syarat rekam biometrik oleh pemerintah Saudi. Dimulai 20 Januari 2019, boikot akan dilakukan hingga kebijakan itu diperbaiki.

“Saya kira anggota Amphuri sudah menyampaikan itu ke jemaahnya," kata Pelaksana Tugas Ketua Amphuri Jatim, Muhammad Sofyan Arif, di Surabaya, Sabtu, 29 Desember 2018.

Alasannya, “Di samping waktu tempuh yang terlalu lama bagi jemaah umrah yang jauh berada di luar kota, selain Surabaya dan Malang, masalah kedua adalah tambahan biaya. [ongkos] transport jemaah akan bertambah dan tambahan biaya untuk bayar rekam biometrik dengan tarif tujuh dolar, dan setiap harinya otomatis berubah tarif itu, mengikuti kurs dolar saat jemaah bayar di rekam biometrik.”

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya