Arbitrase Makin Diminati untuk Penyelesaian Sengketa Sektor Konstruksi

Ilustrasi jasa konstruksi
Sumber :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar

VIVA – Gencarnya pembangunan infrastruktur era sekarang dinilai berpotensi memunculkan intepretasi berbeda sehingga berujung sengketa. Polemik sengketa ini bisa seperti antara pihak pemberi pekerjaan dengan kontraktor.

PN Jaksel Diyakini Tolak Gugatan atas Putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia

Hal ini dibahas dalam 'Seminar Nasional Penyelesaian Sengketa di Bidang Infrastruktur Melalui Arbitrase' di Universitas Tanjungpura, Pontianak.

Ketua Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), M. Husseyn Umar mengatakan penyebab sengketa bisa menjadi karena dinamika pekerjaan konstruksi yang berpotensi berubah-ubah selama masa kontrak.

Yusril: Saya Siap Jadi Konsultan dan Lawyer Pemerintah Hadapi Berbagai Gugatan di Luar Negeri

"Sengketa di bidang konstruksi paling banyak karena memang pembangunan infrastruktur yang masif. Indonesia potensi pasar infrastruktur yang berkembang," kata Husseyn Umar dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 1 Mei 2019.

Penyelesaian sengketa lewat badan arbitrase dinilai lebih efektif ketimbang peradilan umum. Putusan arbitrase tak memakan waktu lama seperti pengadilan dalam perkara perdata. Belum lagi bila ada upaya banding dan kasasi yang menyebabkan proses di meja hijau lebih lama.

China Klaim Tanah Reklamasi di Laut China Selatan yang Disengketakan, Filipina Nyatakan Keprihatinan

Husseyn merincikan dari data BANI hingga per akhir 2018, perkara dominan di sektor konstruksi. Angka sengketa konstruksi yang ditangani BANI mencapai 27,09 persen dari total kasus yang ditangani lembaga tersebut sepanjang 2014-2018. Artinya, bisa dianggap penyelesaian sengketa konstruksi lewat arbitrase mulai mendapat tempat.

Dia menjelaskan jenis perkara lainnya yang banyak ditangani BANI yaitu sewa-menyewa 24,6 persen, sektor teknologi, informasi, dan komunikasi 13,01%. Lalu, ada juga perkara jual beli 8,3 persen, energi dan sumber daya mineral dengan 5,88 persen.

Ia menyebut dengan potensi Indonesia sebagai market sektor infrastruktur maka harus dipahami terkait kontrak konstruksi.

“Saat ini Indonesia pasar infrastruktur sangat besar. Hal ini memaksa semua organisasi konstruksi, pelaku usaha jasa konstruksi, dan pihak-pihak yang terlibat perlu memahami tentang kontrak konstruksi,” ujar Husseyn.

Terkait pemahaman kontrak, diperlukan kejelian poin-poin kontrak konstruksi untuk mengantisipasi kemungkinan jika terjadi sengketa. Arbitrase bisa menjadi solusi penyelesaian sengketa di bidang infrastruktur.

"Bagaimana menyelesaikannya secara cepat dan tepat serta secara terhormat dengan tetap memperhatikan aspek keadilan serta kepastian hukum," tuturnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya