Fakta-fakta Kamp Cuci Otak Rakyat Uighur

Orang-orang memprotes kekerasan dan perlakuan terhadap Muslim Uighur dalam sebuah unjuk rasa di Bandung, Desember lalu. - Reuters
Sumber :
  • Photo : bbc

VIVA – Organisasi massa Islam di Indonesia mengecam munculnya laporan the Wall Street Journal (WSJ). Laporan tersebut terkait Pemerintah China yang membujuk organisasi Islam seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah supaya tidak mengkritik persekusi Muslim Uighur di Xinjiang, China.

Mengenal Xinjiang, Rumah Mayoritas Muslim di Negara China

Ormas Islam di Indonesia tentu sikapnya tegas, yaitu tidak akan membiarkan praktik kezaliman yang dilakukan Pemerintah China kepada rakyat Uighur.

Berikut fakta-fakta rakyat Uighur yang dirangkum dari berbagai sumber pada Selasa, 17 Desember 2019:

Human Rights Watch Menuduh China Menutup dan Menghancurkan Masjid-masjid

Siapakah Uighur?

Melansir dari bbc.co.uk, masyarakat Uighur adalah muslim etnik Turki dan ada sekitar 11 juta dari mereka di Cina Barat. Kemudian, Xinjiang ada di ujung barat China.

51 Negara Kecam China Karena Melanggar Hak-hak Warga Uighur

Nah, yang terjadi di sana berdasarkan Human Rights Watch menyebutkan bahwa orang-orang Uighur khususnya harus diawasi secara ketat dan dibuat untuk memberikan sampel DNA dan biometrik. 

Mereka yang memiliki kerabat di 26 negara sensitif dilaporkan telah ditangkap, dan hingga satu juta ditahan. Kelompok-kelompok HAM mengatakan orang-orang di kamp dibuat untuk belajar bahasa Mandarin dan mengkritik atau melepaskan keyakinan mereka.

Kamp berkedok tempat pelatihan

Pemerintah China belakangan membenarkan adanya semacam pusat pendidikan dan pelatikan vokasi di wilayah Xinjiang, padahal sebelumnya pernah membantah kamp penahanan warga Muslim Uighur.

Seperti dilansir VIVAnews, pemerintah China mengajak wartawan dengan jumlah terbatas untuk menyaksikan pusat pendidikan dan pelatihan yang dimaksud tersebut. Laporan BBC yang turut dalam kunjungan tersebut merekam dan menunjukkan aktivitas di pusat pelatihan tersebut.

Para peserta didik kamp pendidikan vokasi etnis Uighur di Kota Kashgar, Daerah Otonomi Xinjiang, Cina, makan siang bersama dengan menu halal, di kantin, saat jam istirahat, Jumat, 3 Januari 2019.

Para peserta tak disebut dengan tahanan kebanyakan wanita dan pria berusia dewasa, mereka semua berseragam. Aktivitas yang ditunjukkan kepada media massa antara lain belajar, mengoperasikan komputer, bernyanyi dan menari. 

Selain itu, ada juga pelatihan untuk keperluan industri perhotelan hingga keahlian memotong rambut. Warga Uighur yang ada di sana mengakui tak melakukan kejahatan apa-apa dan di sana dilatih untuk belajar hal-hal baru. 

Kamp cuci otak Uighur

Kamp yang berkedok pusat pelatihan ini tidak boleh ada praktik-praktik agama, hal itu dijawab oleh seorang peserta pelatihan ketika ditanya soal praktik agama dan beribadah.

"Hukum di China mengatur bahwa sekolah adalah tempat publik. Di tempat publik tidak boleh ada praktik agama," kata salah seorang siswa yang tak disebutkan namanya.

Menurut laporan BBC, selain ruang kelas dan tempat pelatihan yang terlihat normal ada sejumlah area yang tak boleh dikunjungi dan kondisinya sangat ketat.

Karena, ada kamera di mana-mana, gerbang terkunci dan digembok, ada gulungan kawat duri dan penjaga melarang wartawan yang datang untuk mendekati area tertentu.

Para peserta didik kamp pendidikan vokasi etnis Uighur di Kota Kashgar, Daerah Otonomi Xinjiang, Cina, belajar menjahit pakaian, Jumat, 3 januari 2019.

Sementara Zhang Zhiseng Kantor Urusan Luar Negeri Xinjiang berdalih bahwa pemerintah China membuat pusat pelatihan itu demi mendidik warga Uighur.

"Sejumlah orang sebelum mereka memang benar melakukan pembunuhan bisa terlihat bahwa mereka memang mampu untuk melakukannya. Apakah kita harus menunggu mereka melakukan kejahatan. Kan lebih baik mencegahnya sebelum hal itu terjadi," kata Zhang.

Sementara, pihak sekolah yang diminta keterangannya mengenai hal ini menegaskan cara yang dilakukan terhadap warga Uighur bukan untuk cuci otak.

Guru di sana mengatakan, mereka ingin mengubah paham ekstremis keagamaan warga Uighur sehingga mereka nantinya bisa mencari kerja setelah mereka lulus. Peserta berada di kamp pendidikan dua hingga empat bulan.

"Kami tak mencuci otak mereka. Kami hanya menghilangkan paham ekstremisme mereka," kata pengajar di kamp yang bernama Buayxiam Obliz di pusat pendidikan dan pelatihan Moyu.
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya