Soal Penyadapan dalam Revisi UU KPK, ICW Sebut DPR Overlap Hukum

Sidang paripurna DPR membacakan surat Presiden Joko Widodo soal capim KPK.
Sumber :
  • VIVAnews/ Lilis Khalisotussurur

VIVA – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah memutuskan akan melakukan revisi terhadap Undang Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Revisi diputuskan menjadi inisiatif dari DPR.

Menag Perintahkan Jajarannya Segera Dirikan Sekolah Menengah Katolik Negeri

Nantinya, revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 ini segera dibahas bersama-sama pemerintah. Menilik draf RUU yang baru saja disetujui tersebut, ada beberapa poin krusial. Di antaranya, DPR merancang agar penyadapan harus melalui izin Dewan Pengawas KPK.

Menanggapi hal ini, Koordinator Indonesia Corruption Watch, Adnan Topan Husodo, menuturkan, telah menjadi overlap hukum. Karena, menurut dia, tentang penyadapan belum pernah ada pembahasan lebih lanjut.

Satgas Sebut UU Ciptaker dalam Tahap Perbaikan untuk Lahirkan Kebijakan yang Baik

"Jadi kalau dulu mandat MK (Mahkamah Konstitusi) harus ada satu payung hukum, tetapi ini kenapa di RUU KPK ini muncul lagi poin itu. Mestinya kan DPR konsisten dong dengan sistematika hukumnya, ini kan enggak," kata Adnan saat dimintai tanggapan oleh awak media, Kamis, 5 September 2019.

Meski begitu, kata Adnan, pihaknya tak ingin reaktif atas keputusan DPR. Dia juga belum mau membahas langkah ICW dalam menyikapi revisi UU KPK itu.

Isu Tambah Kementerian, di DPR Semua Fraksi Setuju Jumlah Kementerian Tidak Dibatasi

"Ini kan baru RUU ya, apa yang disepakati antara DPR dengan pemerintah. Nah kamu juga belum tahu apakah RUU ini (benar) inisiatifnya parlemen ataukah sudah dibahas bersama-sama dengan pemerintah," ujar Adnan. 

Sebelumnya, rapat paripurna DPR pada Kamis pagi tadi, menyetujui adanya revisi sejumlah undang-undang. Di antaranya adalah revisi UU MD3 (MPR, DPR, DPRD dan DPD). Termasuk revisi UU KPK.

"Dengan demikian 10 fraksi telah menyampaikan pendapat fraksinya masing-masing. Pendapat fraksi terhadap RUU usul Badan Legislasi DPR RI tentang Perubahan Kedua UU Nomor 30/2002 tentang KPK dapat disetujui jadi usul DPR RI," ujar pimpinan sidang yang juga Wakil Ketua DPR Utut Adianto, di ruang paripurna DPR.

Revisi UU KPK sudah lama diwacanakan. Namun, selalu mendapat gelombang penolakan dari kelompok masyarakat dan LSM atau pegiat antikorupsi.

Ada empat poin yang ingin direvisi oleh DPR. Pertama, terkait dengan Dewan Pengawas. Dalam revisi UU KPK, keberadaan Dewan Pengawas akan diperkuat.

Yakni mereka bisa menolak izin KPK dalam melakukan penyadapan, penggeledahan hingga penyitaan. Selama ini, hal itu tidak diatur sehingga KPK bebas melakukan hal-hal tersebut.

Kedua, terkait dengan penyadapan. Dalam UU yang sekarang, disebutkan bahwa komisi antirasuah itu berhak menyadap atau merekam pembicaraan. Maka dalam revisi ini, dibatasi limitnya menjadi hanya dalam tiga bulan. Itu pun harus memperoleh izin Dewan Pengawas.

Ketiga, terkait kewenangan penghentian penyidikan atau SP3. Sejak berdiri hingga sekarang, KPK tidak diperkenankan menerbitkan SP3 (Surat Penghentian Penyidikan Perkara).

Berbeda dengan penegak hukum lainnya seperti Polri dan kejaksaan. Maka dalam revisi ini, SP3 diperkenankan diterbitkan apabila selama setahun tidak ada perkembangan kasus.

Keempat, terkait status pegawai KPK. Dalam revisi ini, maka penyidik KPK nantinya berasal dari unsur kepolisian, kejaksaan, dan penyidik yang berstatus PNS yang diberi wewenang khusus oleh peraturan perundang-undangan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya