Hanya Rp 5 M dari Cukai Rokok Untuk Kesehatan

SURABAYA POST - Dari pendapatan cukai rokok yang mencapai Rp 60 triliun per tahun, ternyata hanya sekitar Rp 5 miliar yang dialokasikan untuk anggaran kesehatan.

"Sisanya dipakai untuk macam-macam termasuk membangun tempat khusus merokok," ujar Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dr Prijo Sidipratomo SpRad, saat dihubungi melalui telepan, Sabtu 23 Januari 2010.

Bahkan, ia menyebutkan, pendapatan cukai rokok sebenarnya bisa untuk menutupi anggaran kesehatan pemerintah. Selain itu, bisa digunakan untuk mendanai pendidikan dokter.

"Termasuk membiayai jaminan kesehatan seluruh penduduk Indonesia, bukan terbatas warga miskin saja," katanya.

Menurutnya, dalam setahun pemerintah menganggarkan sekitar Rp 18 triliun untuk kesehatan. Jumlah tersebut masih jauh dari ideal. Sesuai ketetapan WHO, anggaran kesehatan per tahun minimal 5 persen dari total anggaran yang ada.

"Sementara di Indonesia masih kurang dari 2 persen dan menempati urutan kedelapan dari seluruh alokasi anggaran," kata Prijo.

Mengingat masih kurangnya anggaran dari pemerintah, ia menyarankan, seluruh dana dari cukai rokok dialokasikan ke kesehatan. Pasalnya, rokok termasuk salah satu faktor mengapa kualitas kesehatan masyarakat di Indonesia masih kurang.

Pemerintah dianjurkan menaikkan cukai rokok. Hasil pungutan kemudian dipakai untuk membiayai layanan kesehatan dan mendidik dokter.

Pola pembagian dan besaran cukai sebaiknya juga diubah. Cukai rokok harusnya dinaikkan agar harga jual rokok mahal. Menurut Prijo, jika harganya terlalu mahal, lama-lama rokok akan dihindari.

"Saat ini, rokok terlalu murah. Ironisnya perokok paling banyak dari keluarga miskin," katanya.

Selain memperkecil kemungkinan orang merokok, kenaikan cukai juga akan menambah penghasilan negara. Agar optimal bagi kesehatan, sebaiknya seluruh hasil cukai atau setidaknya 50 persen dipakai untuk anggaran kesehatan.

Selain untuk anggaran kesehatan, hasil cukai rokok juga bisa dipakai untuk membiayai pendidikan dokter. Saat ini, salah satu alasan biaya kesehatan mahal adalah karena biaya pendidikan dokter terlalu mahal.

"Pendidikan dokter memang mahal. Namun, seharusnya negara menanggungnya," kata Priyo yang juga menjabat sebagai Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Indonesia (PDSRI).

Laporan: Reny Mardiningsih| Surabaya Post

PBSI Sumedang, Merajut Asa Melalui Turnamen Bulutangkis Usia Muda
Witan Alami Pecah Kepala Saat Lawan Guinea U--23

Witan Sulaeman Pecah Kepala Saat Timnas Indonesia Vs Guinea, Sang Istri Langsung Ungkap Kondisinya

Witan Sulaeman mengalami benturan kepala dari salah satu pemain Guinea U-23, Issiaga Camara. Akibatnya, ia harus mendapatkan perawatan dan memakai perban di kepala.

img_title
VIVA.co.id
10 Mei 2024