UMY Kukuhkan Haedar Nashir Sebagai Guru Besar

Ketum PP Muhammadiyah Haedar Nasir Dikukuhkan Jadi Guru Besar UMY
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko

VIVA –  Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir dikukuhkan menjadi Guru Besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Kamis, 12 Desember 2019.

5 Pesan Ketum Muhammadiyah Untuk Jamaah Haji Indonesia

Pengukuhan Guru Besar ini dihadiri oleh mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Buya Syafii Maarif, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan, Sekjen Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto.

Hadir pula mantan Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu, eks Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti. Sedangkan menteri kabinet Indonesia Maju yang hadir adalah Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno dan Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi.

Guru Besar FH Undiknas: Forum Air Dunia Berdampak Positif untuk Masyarakat Bali

Haedar membacakan pidato berjudul 'Moderasi Indonesia dan Keindonesiaan dengan Perspektif Sosiologi' dalam pengukuhan guru besarnya. Haedar menitikberatkan pada radikalisme di Indonesia dalam pidatonya.

Di awal pidatonya, Haedar membuka dengan kondisi Indonesia dalam kurun terakhir yang seakan-akan darurat radikalisme dan radikal.

Sarankan PDIP-PKS Oposisi, Guru Besar Unand: Dengan Itu, Demokrasi akan Sehat

Haedar mengutip konsep radikal dikaitkan dengan apa yang oleh Taspinar (2015) disebut “violent movements” (gerakan kekerasan) seperti dalam berbagai kasus bom teror, penyerangan fisik, dan segala aksi atau tindakan kekerasan di Indonesia maka dapat dipahami sebagai pandangan dan kenyataan yang objektif.

Haedar menerangkan radikalisme agama memang terjadi dalam kehidupan sebagaimana radikalisme lainnya di belahan bumi lainnya. Meski demikian, ia menerangkan jika stigma radikalisme Islam itu begitu kuat dan kadang bersentuhan dengan Islamophobia yang akarnya kompleks.

Haedar pun mencontohkan konsep dan aspek tentang radikalisme baik dalam pemikiran maupun kenyataan sesungguhnya bersifat universal atau umum. Baik itu ditingkat global maupun di Indonesia.

Haedar menegaskan radikalisme tak selalu dilakukan oleh orang Islam. Haedar mencontohkan orang Islam pun menjadi korban radikalisme seperti di Selandia Baru. Selain itu, adapula kasus pembakaran masjid di Tolikara yang orang Islam pun menjadi korban.

"Semuanya menunjukkan fakta sosial tentang radikalisme, lebih khusus ekstremisme dan terorisme yang tidak sederhana dan bermuara pada satu golongan," ujar Haedar.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya