Said Iqbal Akui Upah per Jam Diterapkan di Negara Maju

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Bayu Nugraha

VIVA – Buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia atau KSPI mengakui bahwa negara-negara industri maju memang telah menetapkan sistem pengupahan per jam sebagai mana yang akan diterapkan pemerintah Indonesia melalui Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.

Genjot Inovasi Sistem Keuangan Digital, BI Dorong Kolaborasi Global

"Upah per jam itu ada, mayoritas negara industri maju itu menggunakan sistem upah per jam. Tapi dia harus mensyaratkan beberapa hal," kata Presiden KSPI, Said Iqbal di Kantor LBH Jakarta, Sabtu, 28 Desember 2019.

Said menjelaskan, beberapa syarat yang menjadikan negara-negara maju itu menganut sistem pengupahan per jam adalah pasokan dan permintaan terhadap tenaga kerja yang rendah. Artinya, lanjut dia, perekonomian negara tersebut telah mencapai titik keseimbangannya lantaran lapangan kerja sangat terbuka.

Informasi Sistem Penggajian Departemen Pertahanan Inggris Diretas

"Dengan kecilnya itu orang pindah-pindah kerja gampang karena tersedianya lapangan kerja, angka pengangguran kecil dengan demikian upah per jam bisa mengukur produktivitas. Indonesia kan enggak punya itu," ujar dia.

Di sisi lain, lanjut Said, sistem pengupahan tersebut pada dasarnya harus menyasar sektor-sektor pekerjaan tertentu. Pengupahan dengan sistem per jam tersebut ditegaskannya tidak bisa digeneralisir untuk seluruh jenis pekerjaan. 

Ciptakan Lingkungan Kerja yang Sehat dan Produktif Lewat Kegiatan Lintasarta Health Day

"Menteri Ketenagakerjaan bilang hanya yang jam kerja nya 35 jam doang, sektor apa yang mau disasarkan enggak jelas. Jadi sektor mana yang mau di sasar. Menteri ini paham enggak?" ujar dia.

Said Iqbal juga tak yakin, dengan sistem tersebut, pemerintah nantinya bisa menghitung produktivitas dari para pekerja. Sebab, lanjut dia, sebelum sistem tersebut diterapkan, negara-negara industri maju telah memiliki sistem perhitungan antara upah per jam yang diberikan dengan produktivitas yang dihasilkan pekerja.

"Mengukur produktivitas per satu orang buruh saja kita enggak bisa. Mau seenak-enaknya, wah kacau negara pengusaha ini namanya, super dracula. Coba tanya Bu Ida Fauziah (Menaker) deh cara menghitung produktivitas buruh," tuturnya. (ren)
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya