Usir Kapal China di Perairan Natuna, Bakamla Tambah Kekuatan 

Kapal Navigasi Gajah Laut milik Badan Keamanan Laut sedang bersandar di Pelabuhan Benoa, Bali, pada Selasa, 24 Oktober 2017.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Bobby Andalan

VIVA – Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) Laksamana Madya Achmad Taufiqoerrochman memastikan pihaknya telah mengirimkan kapal kapalnya untuk memperkuat kawasan laut Natuna. Penguatan ini usai penyusupan yang dilakukan oleh nelayan China dengan pengawalan kapal coast guard negeri panda putih tersebut.

Jiper, Komandan Armada Perang Amerika Anggap China Lebih Ganas dari Nazi

"Jelas, saya saja sudah kirim lagi kok. Itu dinamika. Jadi tidak usah rapat pun sudah otomatis itu. Itu kewenangan di satuan masing masing," kata Taufiq di kantor Menkopolhukam, Jakarta, Jumat 3 Januari 2020.

Taufiq mengakui dalam kondisi damai saat ini Bakamla menjadi garda terdepan untuk menghalau penyusup wilayah kedaulatan Indonesia, karena dalam kondisi tidak perang.

Menko Polhukam: RI Waspadai Konflik di Laut China Selatan, Rivalitas AS-China Kian Rumit

"Dalam kondisi damai saya bilang memang Bakamla di depan. Orang sekarang lebih senang menggunakan white hull, daripada grey hull. Karena kalau kapal perang kan tensinya agak berbeda. Jadi Bakamla tetap di depan," jelasnya.

Meski begitu Taufiq memastikan dalam penguatan pengawasan kawasan laut Natuna yang disusupi kapal nelayan China, TNI berada di belakang Bakamla untuk memberikan bantuan saat dibutuhkan.

Ambil Contoh Situasi Laut China Selatan, ISDS Gelar Lomba Penulisan Tentang Kedaulatan

"Tadi dari Bu Menlu sudah jelas ya. Kita akan hadir di sana. Kita tetap melakukan klaim kita," ujarnya.

Meski begitu Taufik tak bersedia mengungkapkan berapa kapal dan kekuatan anggota Bakamla yang sudah dikirim untuk mengamankan perairan Natuna dari kapal-kapal nelayan China yang mencuri ikan.

"Oh itu rahasia dong," ujarnya.

Sebelumnya Menteri Luar Negeri Retno Marsudi memastikan wilayah laut natuna yang disusupi kapal-kapal nelayan China merupakan kedaulatan Indonesia.

"Pertama kami baru saja melakukan rapat koordinasi untuk menyatukan dan untuk memperkuat posisi Indonesia dalam menyikapi situasi di perairan Natuna. Di dalam rapat tersebut kita menekankan kembali, pertama telah terjadi pelanggaran oleh kapal-kapal Tiongkok di wilayah ZEE Indonesia," kata Retno.

Kedua wilayah ZEE Indonesia telah ditetapkan oleh hukum internasional yaitu melalui unclos 1982. Ketiga Tiongkok merupakan salah satu partij dari unclos 1982. Oleh karena itu merupakan kewajiban bagi Tiongkok untuk menghormati implementasi dari unclos 1982. 

"Yang keempat, Indonesia tidak pernah akan mengakui nine dash nine sepihak yang dilakukan oleh Tiongkok yang tidak memiliki alasan hukum yang diakui oleh hukum internasional terutama unclos 1982," tegasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya