Muncul di Kasus Bupati Muara Enim, Ketua KPK Bantah Terima Fee

Ketua KPK Firli Bahuri
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

VIVA – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengklaim tak pernah menerima sesuatu dari pihak manapun. Firli menyampaikan klarifikasi ini saat dikonfirmasi mengenai eksepsi atau nota keberatan Bupati nonaktif Muara Enim, Ahmad Yani yang menjadi terdakwa perkara dugaan suap 16 paket proyek jalan senilai Rp132 Miliar.

Eks Penyidik KPK: Siapa Saja Bisa Daftar Capim KPK Termasuk Irjen Karyoto

"Saya tidak pernah menerima apapun dari siapapun," kata Firli saat dikonfirmasi awak media, Selasa, 7 Januari 2020.

Firli menegaskan aakan menolak pemberian apapun dari pihak manapun. Maka itu, dia membantah mengetahui masalah rencana pemberian uang di dalam materi kasus Ahmad Yani. "Saya pasti tolak. Keluarga saya juga pasti menolak. Saya tidak pernah (menerima) sesuatu yang bukan hak saya," ujar Firli.

Kasus Pemerasan Firli Bahuri Mandek, Kombes Ade Safri: Pasti Tuntas

Diketahui, dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Palembang hari ini, Maqdir Ismail, Kuasa Hukum Ahmad Yani mengungkap nama Firli muncul dari penyadapan KPK atas terdakwa lain yaitu Kepala Bidang Pembangunan Jalan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Muara Enim Elfin Muchtar.

"BAP hanya menerangkan percakapan antara Elvin dan kontraktor bernama Robi. Dalam percakapan itu Elvin akan memberikan sejumlah uang ke Firli Bahuri, sementara Firli tidak pernah dimintai konfirmasi apakah benar dia menerima uang atau tidak," kata Maqdir. 

Polisi Mandek Proses Kasus Pemerasan SYL, di Mana Firli Bahuri Sekarang?

Maqdir menegaskan Ahmad Yani tidak berniat meminta komitmen fee sebesar Rp22 miliar dari kontraktor Robi Pahlevi yang berstatus terdakwa. Ia menyebut komitmen fee merupakan inisiatif Elvin yang mengatur jalannya 16 paket proyek senilai Rp132 miliar termasuk upaya memberikan US$35.000 kepada Firli Bahuri yang saat itu menjabat Kapolda Sumatera Selatan.

Menurutnya, Elvin memanfaatkan silaturahmi antara Firli dengan Ahmad Yani untuk memberikan uang senilai US$ 35.000. Uang itu diperoleh dari terdakwa Robi.

Elvin lantas menghubungi keponakan Firli Bahuri yakni Erlan. Dia memberi tahu bahwa ingin mengirimk sejumlah uang kepada Firli Bahuri. "Tetapi kemudian dijawab oleh Erlan, 'ya, nanti diberitahu, tetapi biasanya bapak tidak mau'," kata Maqdir.

Maqdir menilai percakapan itu ternyata disadap oleh KPK. Tetapi, KPK justru tidak memberitahu kepada Kepala Polri bahwa Firli yang masih menjabat sebagai Kapolda Sumsel akan diberikan sejumlah uang oleh seseorang.

"Sepatutnya upaya pemberian uang itu diketahui Kapolri, kan sudah ada kerjasama supervisi antara KPK dan Polri, meski demikian tidak juga terbukti bahwa Kapolda menerima uang itu," kata Maqdir.

Selain menyebut dakwaan tidak tepat, Maqdir menuding BAP dan dakwaan terhadap Ahmad Yani juga bermaksud menjatuhkan citra Firli Bahuri yang saat itu ikut kontestasi Ketua KPK.

Mendengar eksepsi itu, Jaksa KPK, Roy Riadi mengaku terkejut karena pertemuan-pertemuan tersebut tidak pernah terungkap, kecuali bukti percakapan antara Robi dan Elvin.

"Sejujurnya kami baru tahu ada pertemuan itu, tetapi itu kan pengakuan Elvin yang diceritakan penasehat hukum Ahmad Yani," kata Roy.

Roy menambahkan, penyadapan yang lalu menyeret nama Firli termasuk bagian dari penyelidikan. "Pak Kapolda juga saya rasa tidak minta uang, karena bisa jadi yang diberikan uang itu tidak tahu bahwa mereka akan diberi uang, kalau dari keterangan si pemberi uang ya sah-sah saja," imbuh Roy.
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya