Alasan Aliansi Masyarakat Sipil Tolak Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja

Sejumlah aktivis Aliansi Masyarakat Sipil menolak ommnibus law RUU Cipta Lapangan Kerja dalam konferensi pers di kantor YLBHI, Jakarta, Kamis, 30 Januari 2020.
Sumber :
  • VIVAnews/Syaefullah

VIVA – Sejumlah organisasi dan elemen masyarakat yang tergabung dalam Fraksi Rakyat Indonesia (FRI) sepakat menolak rencana pemerintah yang akan menerapkan Omnibus Law Rancangan Undang Undang Cipta Lapangan Kerja (RUU Cilaka).

Demo May Day, Said Iqbal Sebut Mensesneg Pratikno Bakal Terima Perwakilan Buruh

Nining Elitos, perwakilan dari FRI menyebutkan, Omnibus Law RUU Cilaka merupakan alat pemerintah untuk mendapatkan investasi asing melalui cara-cara kolonial.

Menurut dia, RUU Cilaka juga yang akan diterapkan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo ini tentunya mengembalikan politik pertanahan nasional ke zaman kolonial.

Ekonom Sebut Omnibus Law Jadi PR Prabowo-Gibran

"Aturan tersebut sama-sama berambisi untuk mempermudah pembukaan lahan sebanyak-banyaknya untuk investasi asing dengan merampas hak atas tanah dan ruang kelola masyarakat adat dan lokal," kata Nining di kantor YLBHI, Jakarta Pusat, Kamis, 30 Januari 2020.

Lantaran itu, sebanyak 40 elemen masyarakat dari berbagai kalangan bersikap tegas menolak Omnibus Law RUU Cilaka. Ada 12 alasan mereka menolak Omnibus Law RUU Cilaka tersebut.

Anies Hati-hati, tapi Tom Lembong Lebih Tegas Kalau Menang Pasti Revisi UU Ciptaker

1. Melegitimasi investasi perusak lingkungan, mengabaikan investasi rakyat dan masyarakat adat yang lebih ramah lingkungan dan menyejahterakan.

2. Penyusunan RUU Cilaka cacat prosedur karena dilakukan secara tertutup, tanpa partisipasi masyarakat sipil, dan mendaur ulang pasal inkonstitusional. 

3. Satgas omnibus law bersifat elitis dan tidak mengakomodasi elemen masyarakat yang terdampak keberadaan seperangkat RUU Omnibus Law.

4. Sentralisme kewenangan yaitu kebijakan ditarik ke pemerintah pusat yang mencederai semangat reformasi.

5. Celah korupsi melebar akibat mekanisme pengawasan yang dipersempit dan penghilangan hak gugat oleh rakyat.

6. Perampasan dan penghancuran ruang hidup rakyat.

7. Percepatan krisis lingkungan hidup akibat investasi yang meningkatkan
pencemaran lingkungan, bencana ekologis (man-made disaster) dan kerusakan lingkungan.

8. Menerapkan perbudakan modern lewat sistem fleksibilitas tenaga kerja berupa legalisasi upah di bawah standar minimum, upah per jam, dan perluasan kerja kontrak-outsourcing.

9. Potensi PHK massal dan memburuknya kondisi kerja.

10. Membuat orientasi sistem pendidikan untuk menciptakan tenaga kerja murah.

11. Memiskinkan petani, nelayan, masyarakat adat, perempuan dan anak, difabel, serta kelompok minoritas keyakinan, gender dan seksual.

12. Kriminalisasi, represi dan kekerasan negara terhadap rakyat, sementara negara memberikan kekebalan dan keistimewaan hukum kepada para pengusaha.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya