KPK Diminta Tak Ragu Tangani Dugaan Gratifikasi Kabaharkam Polri

Ilustrasi aksi demontrasi bersih korupsi
Sumber :
  • ANTARA FOTO

VIVA – Ketua DPN LSM Lembaga Pengkajian Pembangunan dan Korupsi Nasional (LPKN) Marjuddin Nazwar Waruhu mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK harus profesional menangani kasus dugaan gratifikasi mantan Kapolda Sumatera Utara (Sumut) yang kini menjabat Kabaharkam Polri Komisaris Jenderal Polisi Agus Andrianto.

Jelang World Water Forum ke-10, Kabaharkam Polri Pantau Pelabuhan Lembar Lombok

"Kedekatan pimpinan KPK dengan terlapor (Agus Andrianto) patut diduga akan menjadi penghambat jalannya sebuah proses hukum di KPK. Kami harapkan KPK profesional dalam penanganan kasus itu jangan ada tebang pilih untuk penegakan hukum di Indonesia tercinta ini, dikarenakan ada kesan Ketua KPK enggan memproses  laporan tersebut. Apalagi Ketua KPK dan terlapor pangkatnya beda satu level," ujar Marjuddin Nazwar Waruhu kepada wartawan, JUmat, 13 Maret 2020.

Menurutnya, Ketua KPK Firli Bahuri harus membuktikan dirinya memiliki semangat yang kuat untuk membersihkan birokrasi dari perilaku korupsi, tak terkecuali oknum polisi. Firli harus menepis keraguan publik jika KPK di bawah kepemimpinannya berani menangani kasus dugaan gratifikasi itu.

Eks Penyidik KPK: Siapa Saja Bisa Daftar Capim KPK Termasuk Irjen Karyoto

Hal sedana disampaikan Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane. Dia mengatakan, jika pelapor sudah melaporkan dugaan kasus KPK seperti dugaan gratifikasi yang diterima Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan (Kabaharkam) Polri Komisaris Jenderal Agus Andrianto, maka pelapor punya hak mempertanyakan kelanjutan laporannya ke KPK. 

"Selain itu, KPK juga harus menjelaskan proses penanganan laporan masyarakat terhadap dugaan kasus korupsi, terutama yang menyangkut publik figur maupun pejabat tinggi," ujar Neta.

Balas Prabowo, Ganjar Ingatkan "Yang Kerja Sama Saja Bisa Ganggu"

Jika laporan tersebut tidak layak diproses atau informasinya tidak akurat, sambung Neta, maka KPK perlu juga menjelaskannya kepada pelapor, sehingga ada kepastian hukum dan pelaporan merasa ada keyakinan dan kepercayaan pada KPK. 

Artinya KPK tidak hanya mendiamkan laporan tersebut. Jika didiamkan akan muncul berbagai spekulasi yang merugikan KPK maupun pihak pihak yang dilaporkan.


Sampaikan Bukti Baru

Sebelumnya dua advokat muda Joko Pranata Situmeang dan Yuli Indra Brandly Situmeang kembali membawa bukti baru terkait dugaan gratifikasi Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan (Kabaharkam) Polri Komisaris Jenderal Agus Andrianto.

"Kita kembali mengantarkan bukti-bukti baru atau bukti tambahan, di mana bukti yang kita antarkan ke KPK ini adalah manifes penumpang pesawat dengan registrasi: VP-CGO, Type: GLEX," ujar Joko di Gedung KPK, Rabu, 11 Maret kemarin.

Menurut data yang mereka sampaikan pesawat yang disewa secara khusus petinggi Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Utara itu, digunakan untuk menghadiri acara pernikahan adik ipar Bupati Tapanuli Tengah Bakhtiar Ahmad Sibarani.

Jadwal penerbangan juga tertera dalam bukti yang diperlihatkan pada 22 Juni 2019 dari Bandara Kualanamu (KNO) menuju Bandara Ferdinand Lumban Tobing, Sibolga (FLZ).

Tak hanya itu, daftar penumpang juga lengkap terlihat di dalamnya, diantaranya Agus Andrianto, Roni Samtana, Andi Rian, dan Tatan Tirta Admaja.

"Ini adalah daftar penumpang yang ada di pesawat tersebut. Kabaharkam saat ini, di mana pada saat itu dia Kapolda Sumut serta yang lainnya juga saat menjabat di Polda Sumut. Dan yang lainnya adalah ajudan," ujar Joko.

Joko menegaskan, pemberian bukti baru itu juga berguna untuk membungkam pernyataan Ketua Umum Sahabat Polisi Fonda Teguh, yang menyebut bukti Situmeang Cs belum kuat.

Menurutnya, laporan yang disampaikan ke KPK pada 5 Maret 2020 melalui surat nomor: 017/JPS/III/2020 atas dugaan gratifikasi Agus Andrianto sudah dilengkapi bukti yang valid dan sahih.

Manifes penumpang pesawat dengan registrasi: VP-CGO, Type: GLEX yang ditunjukkan Joko Pranata Situmeang dan Yuli Indra Brandly Situmeang, seusai membawa bukti baru ke KPK, Rabu, 11 Maret 2020. 

Dia menyebut tujuan mereka menyampaikan bukti-bukti baru itu untuk membantu KPK memberantas korupsi di Indonesia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya