Shinzo Abe Belum Akan Umumkan Keadaan Darurat Corona

PM Jepang Shinzo Abe (tengah)
Sumber :
  • Arirang

VIVAnews - Meski Parlemen Jepang telah menyetujui Undang-Undang Tindakan Khusus  Penanggulangan Virus Corona yang memberi kewenangan pemerintah untuk menetapkan keadaan darurat, namun Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe memastikan belum akan mengumumkan keadaan darurat. Dikutip dari NHK, dalam keterangan pers pada Sabtu, 14 Maret 2020, malam waktu Jepang, Abe menjelaskan pemerintah akan membuat keputusan yang hati-hati di masa depan.

Krisis Populasi Jepang: Setengah Perempuan Muda Hilang di 40 persen Wilayah pada 2050

"Undang-undang ini untuk mempersiapkan keadaan darurat. Itu akan menahan berbagai hak pribadi. Kami akan mencari rekomendasi dari para ahli dalam membuat keputusan dengan hati-hati," ujar Shinzo Abe.

Saat ini lanjut Abe, masih ada peningkatan pasien yang terinfeksi Virus Corona. Namun Abe berpendapat, peningkatan itu masih lebih lambat dibandingkan dengan negara lain.

Heru Budi Apresiasi Kerja Sama Proyek MRT dengan Jepang, Nilainya Rp11 Triliun

Abe memastikan pemerintah untuk saat ini belum menyatakan keadaan darurat. Abe manambahkan jika keadaan darurat diberlakukan, para Gubernur prefektur (provinsi) berwenang untuk menutup sekolah dan meminta orang-orang tetap di rumah. Termasuk di antaranya meminta tanah dan bangunan untuk fasilitas medis darurat tanpa persetujuan pemilik.

Pemerintah Jepang liburkan semua sekolah sejak 2 Maret 2020.

5 Negara Paling Tidak Ramah Vegetarian di Asia, Ada Korea Selatan dan Jepang

(Pemerintah Jepang liburkan semua sekolah sejak 2 Maret 2020 untuk mengantisipasi penyebaran Virus Corona. Foto: Andylala).

Perdana menteri Jepang Shinzo Abe berjanji akan meningkatkan kapasitas untuk melakukan pengujian virus. Abe juga memastikan akan mengambil semua langkah yang diperlukan untuk mengembalikan perekonomian negara pada jalur pertumbuhan yang stabil begitu wabah terkendali.

"Dalam bulan ini, diharapkan 8.000 orang akan diuji dalam sehari. Dengan tes ini, apa yang disebut infeksi kluster akan terdeteksi dan ditanggapi lebih awal, dan diagnosis akan tersedia lebih awal juga untuk mencegah kasus-kasus serius," kata Shinzo Abe.

Pemerintah, lanjut Abe, telah menyiapkan lebih dari 12.000 tempat tidur untuk pasien di rumah sakit di seluruh negeri. Pemerintah juga telah meningkatkan jumlah respirator buatan untuk merawat pasien yang berada dalam kondisi serius.

Abe juga menjelaskan seluruh proses karantina  kapal pesiar Diamond Princess di Yokohama diperkirakan akan selesai Minggu 15 Maret 2020.

"Pertempuran melawan virus tak terlihat di dalam kapal yang jumlah total orang di dalamnya lebih dari 3.700 telah menjadi hal yang belum pernah terjadi sebelumnya, sangat misi yang sulit, tetapi kami telah menyelesaikan karantina untuk semua," kata Abe.

Pemerintah Jepang, menurut Abe, tetap memastikan keinginan agar Tokyo menjadi tuan rumah Olimpiade 2020 dan Paralimpiade musim panas ini sesuai jadwal. Pemerintah Jepang memastikan terus jaljn kerja sama dengan Komite Olimpiade Internasiona (IOC) dan organisasi lain.

Dari pantauan VIVAnews, Pemerintah Jepang sejak 2 pekan lalu sudah meliburkan semua sekolah selama sebulan. Upaya pencegahan penyebaran Virus Corona ini dilakukan untuk menekan peningkatan jumlah orang yang terinfeksi.

Pemerintah juga meminta agar acara-acara yang menghadirkan banyak orang khususnya di ruang tertutup agar ditunda pelaksanaannya. Hingga Sabtu, 14 Maret 2020, ada 1423 orang terinfeksi virus Corona di Jepang.

Sudah sebulan lebih warga Jepang kesulitan mendapatkan masker hidung mulut.

(Sudah sebulan lebih warga Jepang kesulitan mendapatkan masker hidung mulut dan cairan pembersih tangan serta tisu. Foto: Andylala).

Hampir 700 orang di antaranya berasal dari penumpang kapal Diamond Princess. Sementara itu tercatat ada 46 orang sudah dinyatakan sembuh. Dan angka kematian akibat Virus Corona mencapai 28 orang.

Sebelumnya pada Jumat 13 Maret 2020, Parlemen Jepang menyetujui Undang-Undang Tindakan Khusus terhadap Penanggulangan Virus Corona. Perundangan ini memberi kewenangan kepada Perdana Menteri Shinzo Abe untuk menetapkan keadaan darurat. Peraturan baru itu mengubah undang-undang yang sudah disahkan pada 2012 yang dibuat setelah epidemi flu pada 2009.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya