Logo ABC

Milenial Indonesia jadi Petani, Apa Saja Ambisi Mereka?

Petani milenial, Maya Skolastika Boleng (kiri) merasa terpanggil untuk mendidik petani Indonesia menjadi lebih mandiri.
Petani milenial, Maya Skolastika Boleng (kiri) merasa terpanggil untuk mendidik petani Indonesia menjadi lebih mandiri.
Sumber :
  • abc

Sebagai seorang petani milenial, Maya merasa memiliki tanggung jawab untuk mengajarkan para petani bagaimana caranya untuk "berdiri di atas kaki sendiri".

"Keterikatan petani pada tengkulak memang membutuhkan anak-anak muda untuk hadir dan mendobrak. Kalau tidak begitu ya tetap sama."

Berbekal ambisi untuk mencetak petani yang mandiri, Maya juga membuka kelas khusus yang mengajarkan ilmu budi daya organik, penghitungan harga, sampai praktik menjual hasil panen bagi para petaninya.

"Kami tidak segan membawa petani kami untuk hadir di pasar komunitas organik, memperkenalkan mereka ke konsumen, dan mereka jualan sendiri."

Mengubah kondisi para petani Michael Raffy Sujono (Dipa) menjadi seorang petani walaupun baru lulus sarjana Michael Raffy Sujono (Dipa) menjadi seorang petani walaupun baru lulus sebagai Sarjana Hubungan Internasional UGM tujuh bulan yang lalu. (Foto: Supplied)

Pentingnya kehadiran generasi milenial di sektor pertanian Indonesia dirasakan Michael Raffy Sujono, akrab disapa Dipam, setelah menyadari sedikitnya jumlah petani milenial di daerah tempat tinggalnya, yaitu Sukabumi, Jawa Barat.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah petani milenial di Indonesia, yang berusia 19-39 tahun terus menurun. Dari tahun 2017 ke 2018, misalnya, terjadi penurunan kurang lebih 415 ribu orang.

Dipa bukanlah dari keluarga petani. Latar belakang pendidikannya pun adalah Sarjana Hubungan Internasional dari Universitas Gadjah Mada.

Tapi sejak empat bulan lalu, Dipa sudah menyewa lahan seluas 500 meter persegi untuk ditanami bayam dan kangkung, yang hasilnya dijual ke tukang sayur.