Terdakwa Jiwasraya Klaim Dakwaan Jaksa Tak Terbukti

Sidang kasus dugaan korupsi Jiwasraya
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Galih Pradipta

VIVA – Joko Hartono Tirto menegaskan tidak memiliki kewenangan untuk mengendalikan 13 manajer investasi (MI) yang dikaitkan dalam perkara PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

Hal itu tertuang dalam nota pembelaan atau pledoi Joko Hartono Tirto, salah satu terdakwa perkara dugaan korupsi Jiwasraya yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis, 1 Oktober 2020.

Lelang Hasil Sitaan Kemenkeu Paling Mahal Aset Jiwasraya

Dalam pledoi itu, Joko menyebut dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) dalam kasus dugaan korupsi Asuransi Jiwasraya (PT AJS) itu tidak terbukti dalam persidangan.

“Bahwa tuduhan Penuntut Umum kepada saya adalah mengendalikan dan mengatur 13 Manajer Investasi, tuduhan yang sudah terbantahkan dari fakta-fakta persidangan selama ini,” kata Joko sebagaimana dibacakan tim penasihat hukumnya.

Pemegang Polis Tolak Restrukturisasi, Jiwasraya Diultimatum OJK

Baca juga: Terdakwa Kasus Jiwasraya Beberkan Kejanggalan Penanganan Perkara

Joko mempertanyakan bagaimana mungkin ia dapat mengendalikan dan mengatur 13 MI itu. Apalagi, sebagian besar MI tersebut adalah perusahaan besar, termasuk Sinar Mas, MNC, OSO, Maybank.

Penyelamatan Polis Jiwasraya Rampung, Erick: 99,7 Persen Polis Beralih ke IFG Life

Joko menyebutkan, dirinya bukan pemegang saham atau pun wakil pemegang saham, serta pejabat berwenang di korporasi-korporasi tersebut.

Dia pun mengakui tak kenal pemilik perusahaan tersebut. Sebaliknya, Joko menegaskan bahwa dirinya hanya menawarkan saham.

“Dan saya baru menyadari dengan menawarkan saham dapat didakwa mengendalikan, kemudian dijadikan tersangka, ditahan dan pada akhirnya dituntut seumur hidup,” ujarnya dalam pledoi.

Joko menerangkan, pledoinya diperkuat dengan fakta persidangan yang berasal dari keterangan para saksi yang dihadirkan JPU sendiri.

Para saksi itu yaitu Faisal Satria Gumay, Anggoro Sri Setiaji, Fahyudi Djaniatmadja, Irawan Gunari, Frery Kojongian, Rudolfus Pribadi Agung Sujagad, Elisabeth Dwika Sari, Andri Yauhari Njauw, Denny Rizal Taher, Ferro Budhimeilano, Rusdi Usman, Alex Setiawan WK, Dwinanto Amboro, Meitawati Edianingsih, Rosita.

Dikatakannya, itu terangkum dalam analisis fakta yang termuat dalam pledoi Joko Hartono Tirto. Fakta persidangan itu pun menunjukkan bahwa hampir sebagian besar MI tidak mengenal Joko Hartono Tirto.

Selain itu, para MI pun melakukan analisa dalam pemilihan saham dan secara mandiri yang menginstruksikan broker untuk menjalankan transaksi.

“Hampir sebagian besar Manajer Investasi justru berhubungan dengan Jiwasraya dalam hal ini adalah Agustin Widhiastuti dan jelas ditemukan bukti perintah dan tandatangannya,” kata Joko.

Di sisi lain, sebut Joko dalam pledoi, terdapat lebih dari 100 jenis saham, baik BUMN ataupun swasta dalam portofolio reksadana milik PT AJS.

Dengan begitu, Joko kembali menegaskan dirinya tidak terbukti mengatur dan mengendalikan 13 MI, bahkan lebih dari 100 emiten. Sebaliknya, fakta persidangan itu, sambung Joko dalam pledoi, menunjukkan tuduhan JPU terlalu mengada-ada, seperti khayalan belaka.

“Hal tersebut semakin menunjukkan ketidakpahaman dan ketidakmengertian Penuntut Umum akan dunia pasar modal serta arogansi dalam menunjukan kesewenang -enangannya,” ujarnya.

Lebih lanjut, Joko Hartono Tirto menegaskan dalam pledoi bahwa ia dituntut hukuman seumur hidup, dengan tuduhan melakukan perbuatan dalam kurun waktu 2008-2018 yang merugikan PT AJS  sebesar kurang lebih Rp16,8 triliun.

Kerugian dengan angka fantastis itu, kata dia, terus menerus didengung-dengungkan sejak penyidikan dan membuatnya dia seakan-akan sudah divonis bahkan sebelum persidangan dimulai.

Namun, dia menegaskan bahwa berdasarkan fakta persidangan tudingan itu tidak terbukti, terutama dalam proses pemeriksaan saksi-saksi.

“Dari fakta-fakta yang terungkap selama proses pemeriksaan saksi ini, terungkap bahwa Jiwasraya tidak mengalami kerugian, terutama dalam 2008-2018 yang didakwakan kepada saya,” ujarnya dalam pledoi.

Fakta persidangan itu kembali disajikan Joko dalam bagian analisis fakta, sebagai bagian dari pledoi yang merangkum keterangan para saksi yang dihadirkan JPU.

“Bahwa berdasarkan persesuaian keterangan para saksi dan data-data tersebut, diperoleh fakta hukum yang menunjukkan sebenarnya PT AJS telah mendapat keuntungan sebesar Rp1.132.472.383.385,06 dari 21 Reksa Dana,” kata Joko.

Keterangan para saksi itu, lanjut Joko, juga membuktikan para MI penerbit 21 reksa dana itu telah menyatakan tidak pernah gagal membayar permintaan pencairan atau redemption PT AJS. Hal ini pun diakui saksi-saksi dari pihak PT AJS, antara lain Hexana Tri Sasongko dan Agustin.

Pada saat yang sama, selama persidangan tidak pernah terungkap alasan direksi baru PT AJS yang tidak melakukan redemption, sedangkan pihak MI menyatakan selalu dan wajib untuk memenuhi serta membayar apabila ada permintaan itu.

“Bahwa dengan demikian maka potensi kerugian yang dapat diderita PT AJS saat ini merupakan akibat tindakan direksi baru yang tidak mencairkan/redemption produk-produk reksa dana tersebut ketika nilainya berada di atas nilai perolehan,” ujarnya.

Seperti diketahui, pada 4  Oktober 2018, PT AJS di bawah kepemimpinan Direktur Utama Asmawi Syam dan Direktur Keuangan Hexana Tri Sasongko mengumumkan gagal bayar Produk Saving Plan sebesar Rp 802 miliar.

“Maka jelas Penurunan NAB 21 Reksa Dana Terjadi Karena Pengumuman Gagal Bayar Dan Dibukanya Seluruh Portofolio Investasi PT AJS,” Imbuh Joko.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya