Datangi Massa Aksi di Istana Bogor, Bima Arya Kritik Omnibus Law

Bima Arya (tengah) saat mendatangi massa yang unjuk rasa di Istana Bogor
Sumber :
  • VIVA/Muhammad AR (Bogor)

VIVA – Wali Kota Bogor yang juga Wakil Ketua Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) Bima Arya sempat memantau dari dekat aksi unjuk rasa yang dilakukan berbagai elemen, di kawasan Istana Bogor, Jawa Barat, Kamis, 8 Oktober 2020.

PAN Siapkan Bima Arya dan Desy Ratnasari untuk Pilgub Jabar

Bima juga menyampaikan sejumlah catatan terkait Omnibus Law UU Cipta Kerja yang dinilai berdampak kepada kewenangan daerah.

“Semangat yang bisa ditangkap sebetulnya adalah penyederhanaan sistem perizinan untuk kemudahan investasi yang targetnya peningkatan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Saya lihat memang ada hal-hal yang jauh lebih sederhana dan lebih ringkas,” ujar Bima.

KLHK: 3,37 Juta Hektare Lahan Sawit Terindikasi Ada dalam Kawasan Hutan

Namun demikian, lanjut Bima, jelas bahwa kewenangan pemerintah daerah banyak terpangkas. Menurutnya undang-undang ini lebih banyak memberikan kewenangan kepada pemerintah pusat.

“Karena itu harus ada hal-hal yang dipastikan untuk diatur lebih rinci, lebih jelas, dalam aturan turunannya seperti Peraturan Pemerintah, utamanya terkait dengan keseimbangan antara investasi dan lingkungan hidup serta sinkronisasi antara iklim investasi dan juga rencana pembangunan di masing-masing daerah,” ujarnya.

Ganjar Cerita Dicurhati Buruh soal UU Cipta Kerja: Tolong Pak Segera Review

Baca juga: Fasilitas Umum Dirusak Massa Demo, Anies: Rp25 Miliar untuk Perbaikan

Karena itu, lanjut dia, sebaiknya ada ruang untuk memberikan masukan terhadap rumusan Peraturan Pemerintah dari semua pihak yang ketika proses Omnibus Law tidak maksimal dilakukan. 

"Menurut catatan kami belum pernah ada sesi pembahasan antara Apeksi dengan DPR RI. Apeksi  punya beberapa catatan dan rekomendasi penyesuaian terhadap draf UU, terutama soal perizinan dan tata ruang,” ujarnya.

Bima meminta dalam merumuskan Peraturan Pemerintah nanti harus lebih jelas mengatur dan memastikan bahwa lingkungan hidup tetap terjaga. Ada sinkronisasi antara rencana desain pembangunan di daerah dan juga keinginan dari pusat untuk menyelaraskan atau meningkatkan pertumbuhan ekonomi. 

“Dari draf yang saya pelajari terkait kewenangan Pemerintah Daerah, ada beberapa nomenklatur yang berubah. Misalnya, kata Perizinan hilang dari konsep omnibus. Di mana izin disebutkan menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. Sehingga akan memiliki implikasi bagi daerah terkait pengendalian, pendapatan daerah atau retribusi,” katanya.

Aksi unjuk rasa tolak Omnibus Law di kawasan Istana Bogor

Foto: Aksi unjuk rasa di kawasan Istana Bogor

Secara kelembagaan, lanjut Bima, akan ada perubahan signifikan terkait keberadaan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP). “Otomatis dengan Online Single Submission (OSS) sebagaimana amanat di omnibus law, maka semua proses izin maupun non-izin, dikeluarkan secara elektronik melalui satu sistem itu dan DPMPTSP bukan lagi sebagai pelayanan tetapi lebih kuat kepada ranah pengawasan,” ujar Bima. 

Arya melanjutkan, dalam UU omnibus ini, DPMPTSP disebut penilik. Penilik adalah pengawas yang turun langsung ke proyek. “Di sinilah akan terjadi moral hazard ketika berhadapan di lapangan kemudian bertatap muka dan sebagainya. Ini mungkin celah-celah yang harus dikritisi dalam UU omnibus ini,” katanya.

Jadi, Bima berharap di dalam PP nanti, kewenangan pengawasannya harus lebih dikuatkan lagi karena dalam UU ini tertulis bahwa pengawasan bisa dilakukan oleh Pusat atau oleh Pemerintah Daerah.

“Nah, ada kata ‘atau’ ini yang nanti membuat tidak jelas. Banyak yang belum terjelaskan di dalam undang-undang itu, bukan berarti dibebaskan begitu saja tetapi untuk diatur lebih detail lagi di PP,” tuturnya.

Selain memantau jalannya aksi unjuk rasa melalui CCTV di Balai Kota Bogor, Bima Arya juga terjun langsung dan berkoordinasi dengan Kapolresta Bogor Kota dan Dandim 0606/Kota Bogor di halaman Istana Bogor.

“Ini situasi teman-teman mahasiswa hari ini. Terpusat di depan Istana Bogor, macet di beberapa titik. Demonstrasi tidak dilarang, pesan saya tetap harus jaga protokol kesehatan untuk antisipasi penularan COVID dan tolong jangan merusak fasilitas umum,” kata dia.

“Ekspresi oke, silakan berekspresi tapi kita jaga sama-sama, hati-hati provokasi juga. Apresiasi saya ucapkan kepada jajaran TNI/Polri, Pak Kapolres, Pak Dandim, yang terus bersiaga mengamankan aksi unjuk rasa sehingga Kota Bogor kondusif,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya