Komnas HAM Beberkan Bukti Pendeta Yeremia Diduga Dibunuh Anggota TNI

Komisioner Komnas HAM Mohammad Choirul Anam di acara ILC (17/12/2019)
Sumber :
  • tvOne

VIVA - Tim pemantauan dan penyelidikan Komnas HAM telah menyelesaikan penyelidikan atas peristiwa kematian Pendeta Yeremia Zanambani di Distrik Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya, pada 19 September 2020 lalu.

Sang Anak Minta Transfer Uang ke Jemaat, Sumber Penghasil Pendeta Gilbert Jadi Sorotan

Tim menyimpulkan Pendeta Yeremia sempat mengalami penyiksaan oleh oknum TNI. Pada tubuh korban ditemukan luka terbuka maupun luka akibat tindakan lain.

Luka pada lengan kiri bagian dalam korban dengan diameter luka sekitar 5-7 cm dan panjang sekitar 10 cm disebut merupakan luka tembak yang dilepaskan dalam jarak kurang dari 1 meter dari senjata api. Tim menilai luka itu bisa juga akibat adanya kekerasan senjata tajam lainnya, karena melihat posisi ujung luka yang simetris.

Pendeta Gilbert Lumoindong Kembali Dilaporkan ke Polisi atas Dugaan Penistaan Agama

"Selain itu, juga potensial ditemukan tindakan lain berupa jejak intravital pada leher, luka pada leher bagian belakang berbentuk bulat dan pemaksaan korban agar berlutut untuk mempermudah eksekusi. Diduga terdapat kontak fisik langsung antara korban dengan terduga pelaku saat peristiwa terjadi," kata Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, dalam laporan resminya, Senin, 2 November 2020.

Namun, kematian korban disebut bukan disebabkan langsung oleh luka di lengan kirinya ataupun luka yang disebabkan tindak kekerasan lainnya. Menurut ahli, penyebab kematian korban adalah karena kehabisan darah.

Terpopuler: Deretan Negara Bantu Israel, Pendeta Gilbert Dilarang ke Makassar hingga Iran Diserang

Hal itu dilihat dari luka pada tubuh korban yang bukan di titik yang mematikan dan korban masih hidup 5-6 jam pasca ditemukan. Komnas HAM juga meyakini adanya potensi sayatan benda tajam lainnya pada lengan kiri korban.

"Diduga kuat adanya penyiksaan dan atau tindakan kekerasan lainnya dilakukan terduga pelaku yang bertujuan meminta keterangan atau pengakuan dari korban, bisa soal senjata yang hilang atau keberadaan TPNPB/OPM," ujar Choirul.

Dari hasil olah TKP, Komnas HAM menemukan setidaknya terdapat 19 titik lubang dari 14 titik tembak pada bagian luar dan dalam kandang babi, pada atap kandang dan luka pada pohon akibat tembakan. Lokasi tersebut merupakan tempat Pendeta Yeremia ditemukan tewas oleh istrinya.

Berdasarkan penghitungan jarak tembak dengan posisi lubang peluru, diperkirakan jarak tembak berkisar 9-10 meter yang berasal dari luar kandang dan diarahkan ke TKP maupun sekitar TKP. Arah dan sudutnya pun tampak tidak beraturan atau acak.

"Komnas HAM menduga kuat adanya unsur kesengajaan dalam membuat arah tembakan yang acak atau tidak beraturan dan tidak mengarah pada sasaran, tetapi untuk mengaburkan fakta peristiwa penembakan yang sebenarnya," katanya.

Pendeta Yeremia diduga sudah diincar oleh terduga pelaku menyusul kejadian penembakan terhadap Serka Sahlan dan perebutan senjatanya. Saat pengumpulan warga Hitadipa, nama Pendeta Yeremia dan 5 orang lainnya disebut-sebut sebagai musuh oleh salah satu anggota Koramil Distrik Hitadipa.

"Hal ini secara tegas disampaikan Saudara Alpius, anggota TNI Koramil Hitadipa, yang menyebutkan nama Pendeta Yeremia Zanambani sebagai salah satu musuhnya. Pendeta Yeremia Zanambani juga cukup vokal dalam menanyakan keberadaan hilangnya dua orang anggota keluarganya kepada pihak TNI," kata Choirul.

Tim menyimpulkan diduga pelaku langsung penyiksaan dan extra judicial killing terhadap Pendeta Yeremia adalah anggota TNI dari Koramil Hitadipa. Satu nama yang disebut adalah Alpius, Wakil Danramil Hitadipa.

Hal itu sebagaimana pengakuan langsung korban sebelum meninggal dunia kepada 2 orang saksi, dan juga pengakuan saksi-saksi lainnya yang melihat Alpius berada di sekitar TKP pada waktu kejadian dan 3 atau 4 anggota lainnya. Sementara pemberi perintah pencarian senjata diduga merupakan pelaku tidak langsung.

"Selain itu terdapat upaya agar korban segera dikuburkan tidak lama setelah kejadian juga sebagai upaya untuk tidak dilakukan pemeriksaan terhadap jenazah korban untuk menemukan penyebab kematian," kata Choirul.

Komnas HAM juga menyimpulkan terdapat fakta pendekatan keamanan yang melanggar hukum dan tata kelola keamanan yang kurang tepat di Hitadipa atau wilayah Intan Jaya secara umum. Salah satu contohnya adalah melibatkan masyarakat menjadi bagian dari kekerasan bersenjata, menimbulkan rasa ketakutan dan ketidakpercayaan. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya