Logo BBC

Keinginan Pengungsi Syiah Sampang Pulang Kampung

Rumah pengikut Syiah Sampang dibakar massa delapan tahun lalu di Sampang Madura.-Getty Images
Rumah pengikut Syiah Sampang dibakar massa delapan tahun lalu di Sampang Madura.-Getty Images
Sumber :
  • bbc

Muadz menekankan, ABI juga akan tetap memberikan pendampingan kepada siapapun yang meminta bantuan, baik dari pengungsi yang kembali ke Suni maupun tetap di Syiah.

"Seperti hak dasar mereka yang terusir dari rumah dan meminta kembali ke tempat asal, jika diminta kami akan berikan pendampingan," katanya.

Selama delapan tahun dalam keterasingan, kata Muadz, para pengungsi mengalami tekanan sosial, dan ekonomi secara bertubi dalam ketidakpastian.

"Selama delapan tahun mereka hidup tanpa ada kejelasan akan dikemanakan nasib mereka. Itu membentuk sebuah tekanan yang luar biasa pada mereka dan kemudian berdampak pada sisi ekonomi, sosial dan pendidikan bagi anak-anak," kata Muadz.

Yang sering dikeluhkan penyintas selama di pengungsian, ujar Muadz adalah, pertama tempat tinggal yang terisolasi sehingga tidak bisa menjalani hidup normal seperti di kampung.

Kedua, dari sisi ekonomi, yaitu perpindahan dari kampung ke kota memunculkan pola hidup sedikit hedonis yang membuat beban ekonomi semakin berat walaupun mendapatkan bantuan jaminan hidup dari pemerintah dan penghasilan dari pengupas kelapa yang minim.

"Tekanan-tekanan ini terakumulasi selama delapan tahun dan cukup membuat beban psikologi mereka makin berat," katanya.

Hanifah juga menyebut, berlarutnya penyelesaian kasus Tajul Muluk menyebabkan para pengungsi "lelah dan mencari jalannya sendiri, termasuk meninggalkan keyakinannya."

Padahal, solusi penyelesaian konflik sosial atas nama agama sebenarnya mudah karena telah memiliki instrumen hukum yang lengkap.

"Yaitu, mereka dipulangkan, lalu diberikan perlindungan keamanan. Tapi semua jadi sulit karena dipolitisasi, berhitung untung rugi dari sisi politik," katanya.

Kini mayoritas penyintas Sampang memasuki usia senja di pengungsian. Mimpi-mimpi untuk pulang dan beristirahat tenang di kampung halaman sepertinya masih jauh dari angan.

"Kunci kepulangan mereka ada di tangan pemerintah. Apakah mau menegakkan UUD 1945 yang memberikan kemerdekaan dalam memeluk agama dan kepercayaannya, atau kalah oleh tekanan kelompok mayoritas yang berpotensi menyebabkan preseden buruk di masa depan." kata Hanifah di penghujung wawancara.