MUI Ingatkan Umat Tak Terpancing Siasat Anti-Islam Negara Barat

KH Marsudi Syuhud.
Sumber :
  • VIVA/Daru Waskita

VIVA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta umat Islam di Indonesia tidak terpancing provokasi seperti karikatur Nabi Muhammad SAW oleh media Prancis. Respons dengan cara kekerasan justru berbalik menyudutkan umat muslim.

Pemimpin Muslim Berpengaruh di Dunia Sebut Islamofobia Berawal dari Kesalahpahaman

Ketua MUI Bidang Ukhuwah Islamiyah, KH Marsudi Syuhud menyebut muslim kerap digeneralisasi sebagai teroris dan ekstremis, dan ketika kekerasan itu terjadi, maka wacana Islamofobia semakin menguat.

Kiai Marsudi mengibaratkan masyarakat muslim yang terpancing provokasi kalangan anti-Islam negara barat seperti kepiting yang dipancing ke penggorengan.

Islamofobia di Prancis Makin Mengkhawatirkan, Ribuan Orang Lakukan Demonstrasi

"Umat Islam seperti dibikin cerita memancing kepiting. Pakai batu diikat di bambu, kemudian kepitingnya dipukul-pukul pakai batu, kemudian kepiting itu mencapit batu keras-keras, setelah itu ditarik ke atas dan masuk ke penggorengan, itulah rezeki yang memancing," kata Marsudi melalui keterangan tertulis, Jumat, 6 November 2020.

Baca juga: Menteri Basuki: Jalan Tol Pengurai Kemacetan Bogor Siap Beroperasi

Meski Dilarang AS dan Barat, Israel 'Keukeuh' Akan Tetap Kembali Serang Iran

Menurutnya, umat muslim terutama di negara Barat kerap dibuat seperti kepiting. Muslim dipancing emosinya dengan berbagai cara, termasuk karikatur Nabi Muhammad, lalu muslim marah bahkan sampai menggunakan tindakan kekerasan.

Barat menjamin kebebasan berpendapat namun tidak menghendaki adanya kekerasan. Bila kekerasan itu terjadi, lanjut dia, maka nasib muslim seperti kepiting yang masuk ke penggorengan dan disantap habis pemancingnya.   

Ia melanjutkan, muslim di Eropa maupun Amerika memang menghadapi masalah berlapis. Satu sisi mereka dihadapkan pada kondisi minoritas, di sisi lain mereka terus ditekan dengan wacana-wacana Islamofobia. Dan, saat mereka melawan dengan kekerasan, catatan Islamofobia itu semakin menguat.

Menurutnya, penggunaan cara freedom of speech sebagai cara membalas itu, sekaligus akan menunjukkan ke dunia bahwa cara yang ditempuh muslim lebih berbobot dan variatif, tidak berupa kekerasan atau boikot produk.   

"Ketika tidak begini, ini tidak akan selesai, karena perbedaan hukum dan pandangan dan model teori ini pula yang digunakan untuk dunia Islam kocar-kacir sementara freedom of speech terus digunakan," ujarnya.  

Ia mengajak, umat Islam jangan lagi terjebak pada lubang yang sama dalam merepons kebebasan berpendapat. Muslim harus mulai menggunakan kebebasan berpendapat untuk melawan dengan lebih keras.

Sebab, bila muslim terus menggunakan cara-cara kekerasan, hukum di Barat selalu tidak menyetujuinya. Apalagi di dunia Barat, terutama di negara yang menganut kebebasan tinggi seperti Prancis, tidak ada Blasphemy Law (UU Anti Penodaan Agama).

"Kita rata-rata dibuat seperti kepiting itu, dibuat marah dahulu. Kita berharap kita jangan jadi kepiting. Kita harus memahami bahwa hurriyatul ibdair ro'yi (kebebasan menyuarakan pendapat), yaitu dibalas yang sama," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya