Bukti Vital Suap Edhy Prabowo dan Rekening Penampung Rp9,8 Miliar

KPK Tahan Menteri KKP Edhy Prabowo Terkait Korupsi Benih Lobster
Sumber :
  • VIVA/Muhamad Solihin

VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah mengantongi cukup bukti untuk menjerat Edhy Prabowo selaku Menteri Kelautan dan Perikanan RI, atas tuduhan menerima suap. Salah satu bukti yang turut diamankan KPK dari tangan Edhy Prabowo dalah kartu ATM yang diduga tempat menampung duit suap dari pihak ketiga.

Integritas Firli Bahuri dan Komitmen Penegakan Hukum Irjen Karyoto

Kartu ATM bank atas nama Ainul Faqih, sekretaris pribadi istri Edhy Prabowo, menjadi alat bukti vital yang mengungkap aliran dana suap kepada Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. ATM Ainul Faqih diduga sebagai penampung dana dari sejumlah pihak untuk keperluan Menteri Edhy.

"KPK kembali menerima informasi adanya transaksi pada rekening bank yang diduga sebagai penampung negara sebagai kepentingan penyelenggara negara untuk pembelian sebagai barang di luar wilayah Indonesia," kata Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango di kantor KPK, Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis 26 November 2020.

KPK: Gazalba Saleh Diduga Terima Gratifikasi dari Kasasi Edhy Prabowo

Deputi Penindakan KPK, Karyoto menegaskan KPK sudah mendapat gambaran cukup jelas atas perbuatan melanggar hukum terhadap orang-orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka. "Tinggal pembuktian legalitas. Alat bukti juga sudah cukup banyak, baik yang dikloning, fisik dan ada alat yang sangat vital yaitu kartu ATM," kata Karyoto

"Dari sisi perbankan akan ketahuan kalau dilihat dari transaksinya kartu ATM. Kita dapat melihat dan akan dikembangakan tapi dari profile awal sudah jelas pelaku-pelaku dalam aliran (penerimaan dana) itu sudah tergambar," tambah Karyoto.

Mahfud MD Respons Eks Koruptor Benih Lobster Edhy Prabowo Bebas dari Penjara

Edhi Prabowo selaku Menteri KKP dijerat sebagai tersangka suap dalam pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020 alias suap ekspor benih lobster/benur.

Selain Edhy, penyidik juga menjerat enam orang lainnya. Mereka yakni Safri (SAF) selaku Stafsus Menteri KKP; Andreau Pribadi Misanta (APM) selaku Stafsus Menteri KKP; Siswadi (SWD) selaku Pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK); Ainul Faqih (AF) selaku Staf istri Menteri KKP; dan Amiril Mukminin selaku swasta (AM). 

Kasus ini bermula ketika Edhy Prabowo selaku Menteri KKP pada 14 Mei 2020 menerbitkan Surat Keputusan Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster.

Edhy menunjuk Andreau Pribadi Misata selaku staf khusus Menteri juga selaku Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) dan Safri selaku Staf Khusus Menteri untuk menjabat sebagai Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas.

Salah satu tugas dari tim adalah memeriksa kelengkapan administrasi dokumen yang diajukan oleh calon eksportir benur.

Selanjutnya pada awal Oktober 2020, Suharjito selaku Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) datang ke kantor KKP di lantai 16 dan bertemu dengan Safri.

Dalam pertemuan tersebut, diketahui bahwa untuk melakukan ekspor benih lobster hanya dapat melalui jasa kargo PT Aero Citra Kargo (ACK) dengan biaya angkut Rp1.800/ekor, yang merupakan kesepakatan antara Amiril Mukminin (Sespri menteri KKP) dengan Andreau dan Siswadi (pengurus PT ACK).

Atas kegiatan ekspor benih lobster tersebut, PT DPP diduga melakukan transfer sejumlah uang ke rekening PT ACK dengan total sebesar Rp731.573.564.

Kemudian, PT DPP atas arahan Edhy melalui Tim Uji Tuntas (Due Diligence) memperoleh penetapan kegiatan ekspor benih lobster/benur dan telah melakukan sebanyak 10 kali pengiriman menggunakan perusahaan PT. ACK.

Berdasarkan data kepemilikan, pemilik PT ACK terdiri dari Amiril Mukminin dan Ahmad Bahtiar yang diduga merupakan nominee dari Edhy Prabowo serta Yudi Surya Atmaja.

Atas uang yang masuk ke rekening PT ACK yang diduga berasal dari beberapa perusahaan eksportir benih lobster tersebut, selanjutnya ditarik dan masuk ke rekening Amril Mukminin dan Ahmad Bahtiar masing-masing dengan total Rp9,8 miliar.

Pada 5 November 2020, diduga terdapat transfer dari rekening Ahmad Bahtiar ke rekening salah satu bank atas nama Ainul Fiqih sebesar Rp3,4 miliar yang diduga digunakan oleh Edhy Prabowo dan istrinya, Iis Rosyati Dewi serta Stafsus Menteri KKP, Safri dan Andreau Pribadi Misata, untuk belanja barang mewah di Honolulu AS pada tanggal 21 sampai dengan 23 November 2020. 
 
Barang mewah yang dibeli Edhy Prabowo dan istri di Honolulu AS yang disita KPK, antara lain Tas Louis Vuitton, Tas Hermes, Baju Old Navy, Jam Rolex, Jam Jacob n Co, Tas Koper Tumi dan Tas Koper Louis Vuitton, yang nilainya sekitar Rp750 juta.

Di samping itu pada Mei 2020, Edhy juga diduga telah menerima sejumlah uang sebesar 100 ribu dolar AS dari Direktur PT Dua Putra Perkasa Suharjito melalui Safri dan Amiril Mukminin

Safri dan Andreau pada sekitar Agustus 2020 juga menerima uang dengan total sebesar Rp436 juta dari Ainul Faqih.

KPK telah menetapkan tujuh orang tersangka atas kasus dugaan suap terkait perizinan tambak, usaha, dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020 alias suap ekspor benih lobster.

Ketujuh orang itu, yakni Menteri KKP, Edhy Prabowo (EP); Stafsus Menteri KKP, Safri (SAF); Staf khusus Menteri KKP, Andreau Pribadi Misata (APM). Kemudian, Pengurus PT ACK, Siswadi (SWD); Staf Istri Menteri KKP, Ainul Faqih (AF); Amiril Mukminin (AM) dan satu tersangka pemberi suap, yakni Direktur PT DPP, Suharjito (SJT).

Sementara dua tersangka lainnya masih belum ditangkap, yakni Andreau Pribadi Misanta selaku Stafsus Menteri KKP juga selaku Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence), dan Amiril Mukminin selaku swasta. KPK mengimbau kepada 2 tersangka agar segera menyerahkan diri.
  


 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya