Logo DW

Pam Swakarsa Versi Baru Berpotensi Picu Konflik Horizontal

Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo
Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo
Sumber :
  • dw

Menurut saya Kapolri baru harusnya tidak melulu berada dalam posisi normatif untuk melanjutkan kebijakan Idham Azis terkait wacana menghidupkan kembali Pam Swakarsa.

Menurut Anda, alasan apa yang melatarbelakangi rencana Kapolri baru tersebut?

Saya khawatir latar belakang Pam Swakarsa ini in line dengan pendekatan keamanan yang cenderung menjadi tren dalam periode kedua pemerintahan Joko Widodo. Pendekatan-pendekatan non-demokrasi itu kemudian menjadi pilihan, hanya untuk mengejar target-target atau ambisi Pak Jokowi di pemerintahannya untuk mewariskan semacam legacy yang besar dan layak dikenang bangsa Indonesia. Namun kita prihatin ternyata banyak cara-cara non-demokratis yang kemudian dipilih oleh pemerintah.

Kalau kita cek beberapa lembaga penelitian, seperti LIPI dan The Economist Intelligence Unit yang mengeluarkan indeks demokrasi global … indeks demokrasi Indonesia termasuk dalam kategori cacat (flawed democracy). Saya kira penghidupan kembali Pam Swakarsa berada dalam sentimen itu, bahwa demokrasi sedang mengalami kemunduran di periode kedua pemerintahan Jokowi dan upaya wacana tersebut merupakan satu bukti yang memperkuat kecenderungan kemunduran demokrasi.

Bagaimana dengan adanya kekhawatiran abuse of power jika Pam Swakarsa kembali diaktifkan?

Soal abuse of power saya kira ada beberapa hal penting yang menjadi catatan. Pertama, persoalan mobilisasi oleh negara. Pam Swakarsa ini sebenarnya secara objektif kalau kita melihat protapnya yang ingin diatur ada tiga, yaitu satuan pengamanan, satuan keamanan lingkungan, dan pengamanan yang diselenggarakan oleh entitas-entitas adat di Indonesia, seperti pecalang di Bali. Kalau yang diatur hanya soal tiga itu, sebenarnya tidak perlu dimobilisasi penanganan keamananan oleh kepolisian, karena sifatnya yang partisipatif, by demand, dan bersifat cultural. Setiap entitas masyarakat mempunyai caranya masing-masing, sehingga dalam konteks ini ada potensi abuse of power.

Ketika ketiga itu dimobilisasi negara maka akan melibatkan kewenangan atau otoritas formal. Bicara soal otoritas kaitannya dengan power, di mana power negara itu tend to corrupt atau corrupt absolutely. Semakin besar keterlibatan negara dalam pengambilan partisipasi, response by demand, dan entitas cultural itu sebenarnya membuka ruang terjadinya penyalahgunaan kekuasaan.