KPK Akui Kesulitan Tuntaskan Kasus E-KTP Akibat Pandemi

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron (kanan) dan Deputi Bidang Penindakan KPK Karyoto (kiri)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku sangat terkendala dalam menuntaskan kasus e-KTP. Hal ini lantaran banyak saksi yang berada di luar negeri.

AstraZeneca Tarik Vaksin COVID-19 di Seluruh Dunia, Ada Apa?

"Banyak dari kemarin yang beberapa orang masih tinggal di Singapura," kata Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto dikonfirmasi awak media, Jumat, 13 Agustus 2021.

Karyoto menerangkan, kondisi pandemi COVID-19 saat ini, juga membuat penanganan kasus e-KTP terkendala. Pasalnya, dengan adanya berbagai pembatasan, tim lembaga antirasuah kesulitan untuk menjemput saksi-saksi yang berada di luar negeri untuk dimintai keterangannya.

Lebih Rendah dari Sebelum Pandemi, BPS Catat Pengangguran di Indonesia Turun Jadi 7,2 Juta Orang

"Kondisi masih seperti ini, kami masih belum bisa pergi ke luar negeri, yang dari sana juga belum bisa ke sini," kaya Karyoto.

Meski demikian, Karyoto mengaku telah meminta keterangan saksi melalui surat elektronik alias e-mail. Namun, hal tersebut belum cukup. KPK, kata Karyoto perlu memeriksa saksi secara tatap muka.

Pemprov DKI Siapkan 5 Juta Blanko e-KTP untuk Pemilih Pemula di Pilkada 2024

"Artinya, secara komunikasi mungkin hanya per email saja," kata Karyoto.

Diketahui, Agustus 2019 lalu, lembaga antirasuah kembali menjerat menetapkan 4 tersangka baru kasus e-KTP.

Keempat tersangka baru itu adalah mantan anggota DPR Miryam S Hariyani; Direktur Utama Perum PNRI yang juga Ketua Konsorsium PNRI, Isnu Edhi Wijaya; Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan Kartu Tanda Penduduk Elektronik, Husni Fahmi; serta Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tannos.

Dalam kasus ini, PT Sandipala Arthaputra yang dipimpin Tannos diduga diperkaya Rp145,85 miliar; Miryam Haryani diduga diperkaya US$1,2 juta; manajemen bersama konsorsium PNRI sebesar Rp137,98 miliar dan Perum PNRI diperkaya Rp107,71 miliar serta Husni Fahmi diduga diperkaya senilai US$20.000 dan Rp10 juta.

Baca juga: MA Kabulkan Permohonan PK Terdakwa Korupsi E-KTP

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya