Jaksa Hentikan Kasus Pelindo II

Ilustrasi kejaksaan.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi

VIVA – Tim penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung telah menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) kasus dugaan tindak pidana korupsi PT Pelabuhan Indonesia II (Pelindo II), terkait perpanjangan kontrak kerja sama dengan PT JICT.

Terkuak, Ini Peran 5 Tersangka Baru Kasus Korupsi Timah

“Iya (dihentikan) pada Jumat (3 September 2021). Nanti kalau ditemukan bukti baru lagi bisa dibuka,” kata Direktur Penyidikan Jampidsus, Supardi pada Selasa, 7 September 2021.

Menurut dia, pihaknya telah melakukan gelar perkara dan evaluasi penanganan kasus tersebut sebelum menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan. Pertimbangannya, penyidik menilai kerugian yang terjadi saat proses perpanjangan kerja sama itu dalam kategori potensial loss atau unrealized loss.

Usulan Kejaksaan Izinkan Lima Smelter Perusahaan Timah Tetap Beroperasi Disorot

“Ini berdasarkan evaluasi, makanya kami harus objektif karena dalam frase Pasal 2 dan Pasal 3 (UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi) harus aktual dan selaras dengan putusan MK Nomor 25 Tahun 2016,” ujarnya.

Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebutkan, bahwa setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

5 Orang jadi Tersangka Baru Korupsi Timah, Siapa Saja Mereka?

Sedangkan, Pasal 3 berbunyi setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun, dan/atau denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

Ia menjelaskan sebenarnya tim penyidik menemukan adanya perbuatan melawan hukum, karena merujuk hasil audit investigatif yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Namun, kasus ini tidak ditemukan pasal yang dilanggar.

“Kalau pasalnya enggak memenuhi salah satu unsur (pidana), kalau diteruskan bisa menimbulkan sebuah ketidakpastian,” ujarnya.

Tentu, kata Supardi, penyidik bisa saja membuka lagi proses penyidikan kasus ini jika ditemukan alat bukti baru nantinya. Selain itu, ia juga mempersilakan bila ada pihak yang ingin melakukan gugatan terkait penanganan kasus dugaan korupsi Pelindo II ini ke pengadilan.

“Kalau ada yang tidak puas, ayo kita uji saja. Akan dibuktikan kalau ada pihak lain yang berkepentingan, termasuk juga LSM yang konsen di bidang korupsi. Ini sebagai bentuk transparansi dan menguji akuntabilitas apa yang kami lakukan,” jelas dia.

Sebelumnya diberitakan, penyidik jaksa melakukan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi Pelindo II terkait kontrak dengan JICT yang sudah habis tahun 2015. Diduga, perpanjangan kontrak ini ada perbuatan melawan hukum.

Namun, penyidik masih melakukan penyidikan dengan memeriksa terhadap pihak Pelindo dan para saksi yang diduga mengetahui peristiwa tersebut, guna mencari siapa yang bertanggungjawab dalam melakukan perbuatan hukum, termasuk menghitung kerugian negara yang ditimbulkan dari dugaan perbuatan korupsi tersebut.

Kasus ini naik penyidikan berdasarkan surat perintah penyidikan bernomor Print-54/F.2/Fd/1/09/2020. Lalu, penyidik melakukan penggeledahan di bagian keuangan JICT pada 4-5 September 2020. Tujuan penggeledahan untuk mengumpulkan data serta mencari bukti terkait dugaan tindak pidana ini. Namun, penyidik belum menetapkan tersangka dalam kasus ini.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya