RJ Lino Divonis Empat Tahun Penjara dan Denda Rp500 Juta

Pengadilan Tipikor/Ilustrasi.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Edwin Firdaus

VIVA – Mantan Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino (RJ Lino) divonis empat tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta. 

Saksi Sebut Uang Rp 3 Juta Perhari untuk Rumah Dinas SYL: Pesan GrabFood Hingga Biaya Laundry

Majelis hakim menilai Lino terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi terkait pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC).

"Menjatuhkan pidana oleh karena itu terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 4 tahun dan pidana denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan," kata hakim Teguh Santoso saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa, 14 Desember 2021.

Ganjaran Kementerian BUMN untuk Pelindo karena Bantu Promosikan UMKM

Dalam putusannya, majelis mempertimbangkan sejumlah hal. Yang memberatkan, perbuatan Lino dipandang tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.

Sementara yang meringankan, Lino bersikap sopan, tidak berbelit-belit dan tidak pernah dipidana. Lino juga dianggap berbuat banyak untuk perusahaan tempat bekerja serta membuat perusahaan untung. 

Biaya Ultah Cucu SYL Minta Di-reimburse Kementan, Pegawai Menolak Terancam Dimutasi

Mantan Dirut PT Pelindo II RJ Lino di KPK

Photo :
  • VIVAnews/Edwin Firdaus

Dalam kasus ini, Lino dianggap menguntungkan korporasi yakni Wuxi Hua Dong Heavy Machinery Science and Technology Group Co. Ltd. (HDHM) China terkait pengadaan tiga unit QCC di Pelabuhan Pontianak, Palembang dan Panjang.

Selain itu, perbuatan Lino dinilai telah merugikan keuangan negara hingga 1,99 juta dolar AS. Lino dinyatakan terbukti melanggar Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Dalam mengambil keputusan, ada majelis hakim yang berbeda pendapat atau dissenting opinion, yakni ketua majelis hakim Rosmina. 

Rosmina menilai perbuatan Lino tidak melanggar ketentuan yang termuat dalam UU Pemberantasan Tipikor. KPK dianggap tidak cermat dan melanggar asas penghitungan kerugian keuangan negara.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya