Cara Erick Thohir Bantu Jaga Warisan Budaya Bengkulu

Sanggar Ruang Rupa Metamorfosa di Bengkulu.
Sumber :
  • Istimewa.

VIVA - Menteri Badan Usaha Milik Negara, Erick Thohir, tak hanya mengerjakan tugas-tugas terkait kementeriannya. Baru-baru ini, ia juga turut membantu para pegiat budaya di Bengkulu untuk menjaga warisan-warisan leluhur mereka.

Erick Thohir Beberkan 'Kunci Sukses' Timnas Indonesia ke Media Asing

Bangun Sanggar

Melalui Yayasan Erick Thohir, dia membangun Sanggar Ruang Rupa Metamorfosa di Kelurahan Dusun Kepahiang, Kecamatan Kepahiang, Kabupaten Kepahiang. Dengan begitu, kelompok teater yang terus berpindah-pindah tempat setiap kali latihan sejak terbentuk pada 2015 itu kini tak perlu bingung lagi.

Erick Thohir : Satu Game Lagi Sudah Kunci ke Olimpiade, Kalau Dua Game Kita Juaranya

"Sekarang kita sudah tidak seperti kucing mau beranak, harus cari tempat dan berpindah-pindah," kata Pembina Sanggar Metamorsa, Rithma Chanda Ariesya, (37), dikutip pada Rabu, 15 Desember 2021.

Sanggar Ruang Rupa Metamorfosa di Bengkulu.

Photo :
  • Istimewa.
Erick Thohir: Generasi Emas Timnas Indonesia Terus Ciptakan Sejarah Baru

Sanggar itu dibangun di pekarangan rumah Rithma berukuran 5 meter x 4 meter persegi. Sisi-sisi tembok yang mengelilinginya dipenuhi sejumlah gambar penuh arti.

Salah satu yang mencolok dan terletak tepat di tengah tembok adalah lambang milik sanggar berupa lukisan metamorfosa separuh wajah manusia dan kepompong. Filosofinya, tentang perjalanan kehidupan yang dialami sanggar ruang rupa enam tahun yang lalu.

Pada bagian tembok bangunan juga terpampang hasil karya seni lukis yang menggambarkan tiga unsur kehidupan sanggar. Ada gambar jantung yang dibalut sejumlah alat musik, memiliki arti musik yang sudah menyatu dengan degupan jantung.

Lalu, kemudian seorang penari perempuan berpakaian ala Jepang memegang dua topeng. Serta satu gambar lainnya yang melukiskan seorang yang tengah bermain peran.

Budaya Suku Asli Tertua di Sumatera

Berangkat dari hasil karya tulis yang mengangkat budaya suku Rejang, membuat perempuan asli suku Jawa ini memantapkan hatinya untuk mendalami kebudayaan suku asli tertua di Sumatera tersebut.

Dia meyakini daerah Kepahiang sebagai salah satu kabupaten Provinsi Bengkulu memiliki banyak warisan budaya tua yang berasal dari para nenek moyang mereka terdahulu.

"Saya melihat seni budaya ini bagus dan unik tetapi belum terekspos dan saat itu saya bilang ke suami (orang asli Bengkulu) untuk melestarikan kebudayaan di sini," kata perempuan yang sangat mengagumi satrawan Pramodya Ananta Toer tersebut.

Kehadiran sanggar yang dihuni kurang lebih 50 anggota dan rata-rata terdiri dari anak-anak muda asli Kepahiang mendapat apresiasi dari sejumlah lapisan masyarakat. Itu dapat terlihat dari antusias masyarakat yang hadir setiap metamorfosa mengikuti sejumlah perlombaan di tingkat sekolah maupun tingkat kabupaten dan provinsi, di antaranya festival dan lomba seni siswa nasional (FLS2N) yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Sanggar Ruang Rupa Metamorfosa di Bengkulu.

Photo :
  • Istimewa.

Dalam setiap penampilan yang akan dipertunjukan, Rithma selalu melakukan riset terlebih dahulu seperti mendatangi para tetua-tetua adat yang masih ada untuk mendapatkan informasi seni tari asli yang dimiliki suku Rejang untuk kemudian dibuatkan koreografinya. Salah satunya seperti penampilan tari parang.

Dia mengakui di tahun 2022 nanti pihaknya akan melakukan riset dan observasi kembali terhadap budaya lain yang ada di daerah ini, seperti seni atau tradisi Rejang Purba yang nantinya akan dikreasikan dengan tari dan teater. Sehingga, bisa menjadi sajian terbaik mereka seperti tari parang.

"Dan itu menjadi karakter dari sanggar kami, kami juga lebih banyak menggunakan simbol-simbol sebagai properti pendukung pementasan," katanya.

Semangat Latihan Kembali Lagi

Sementara itu, Ketua Sanggar Ruang Rupa Metamorfosa, Irawan, (29), mengaku keberadaan bangunan tersebut membuat semangat latihan kembali lagi. Terlebih, ketika beberapa tahun kemarin diselingi pembatasan kegiatan sosial akibat meningkatnya penyebaran virus COVID-19 yang merambah setiap daerah di Indonesia.

Kini, dengan dibangunnya tempat latihan tentu telah menghilangkan dahaga mereka yang sejak lama menantikan memiliki sanggarnya sendiri.

"Kita tidak perlu lagi khawatir bila hujan turun saat sedang latihan," ujarnya.

Sanggar pun menjadi tempat tujuan berkumpul menjalin kembali silaturahmi yang sempat terputus di tengah berkurangan kegiatan atau perlombaan di bidang kesenian.

Setidaknya dengan adanya bangunan itu, mereka menjadi termotivasi untuk latihan dan berkreasi kembali. Sehingga tidak perlu lagi latihan di tempat terbuka, karena sanggar itu sudah memiliki atap.

"Sanggar yang dipercantik warna-warni diharapkan dapat memberikan mood positif bagi adik-adik kami," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya