Kemendikbud Soroti Masyarakat Adat Hadapi Pandemi COVID-19

Kemendikbud Mitigasi Masyarakat Adat di Tengah Pandemi COVID-19
Sumber :
  • Istimewa

VIVA – Masa pandemi belum selesai hingga saat ini. Hampir tiga tahun berlalu bangsa Indonesia dilanda wabah COVID-19, yang mengakibatkan pergerakan aktivitas masyarakat terhambat, tak terkecuali dialami oleh masyarakat adat

AstraZeneca Tarik Vaksin COVID-19 di Seluruh Dunia, Ada Apa?

Pemerintah pusat maupun daerah juga terus melakukan sejumlah langkah untuk mengatasi dampak pandemi ini, hingga ke masyarakat adat

Seperti yang dilakukan Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan YME dan Masyarakat Adat (KMA) Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi, dengan melakukan mitigasi masyarakat adat terhadap pandemi COVID-19. 

Baru Tahu Pengguna Mobil yang Cipratkan Air ke Orang Bisa Kena Denda

Tujuannya untuk memberikan gambaran dan pemetaan yang komprehensif mengenai dampak pandemi COVID-19 pada masyarakat adat. 

Selain itu, kata Direktur KMA, Sjamsul Hadi dalam kegiatan Bincang Ruang Adat dan Budaya dengan bertajuk Adaptasi dan Mitigasi Masyarakat Adat Terhadap Pandemi COVID-19 Pembelajaran dan Urgensi Perlindungan, bahwa laporan tersebut untuk memberikan gambaran bagaimana upaya adaptasi dan mitigasi masyarakat adat di Tanah Air yang memiliki karaktersitik berbeda-beda. 

Kepala BPIP: Tidak Ada Alasan Menunda Pendidikan Pancasila untuk Diajarkan

“Laporan ini digali dari para pendamping dan anggota masyarakat adat di lapangan selama pandemi. Masyarakat adat seringkali memiliki akses yang sangat terbatas terhadap fasilitas kesehatan modern, seperti rumah sakit, klinik, dan puskesmas,” kata Sjamsul Hadi, Selasa, 15 Februari 2022.

Terlebih kata Sjamsul, masyarakat adat juga harus menghadapi tekanan ekologis, konflik lahan, hingga kehilangan sumber daya utamanya. 

“Minimnya ketersediaan dan akses terhadap fasilitas dasar kesehatan, penyebarluasan disinformasi terkait pandemi, hingga distribusi vaksin yang tidak merata semakin menambah kerentanan masyarakat adat, khususnya di Indonesia,” ujarnya. 

Kendati begitu, di luar persoalan ketimpangan struktural, ungkap Sjamsul, ternyata secara alamiah masyarakat adat telah memiliki sistem pertahanan tersendiri yang diwariskan melalui pengetahuan dan praktik-praktik lokal, yang secara langsung maupun tidak langsung bermanfaat dalam menghadapi dampak pandemi COVID-19. 

“Laporan ini mencatat beberapa praktik isolasi, menjaga jarak, dan karantina wilayah yang bersumber dari pengetahuan lokal masyarakat adat,” katanya.

Sementara itu, Dirjen Kebudayaan, Hilmar Farid menilai penting bagi pihaknya mengetahui latar belakang (kekhususan) masyarakat adat untuk strategi penanganan dampak pandemi terhadap masyarakat adat itu sendiri. Apalagi masyarakat adat di Tanah Air sangat beragam. 

Menurutnya sangat penting mendokumentasikan pengetahuan dan praktik yang dilakukan masyarakat adat. Sebab, kata dia, penangan berbasis karakteristik khusus masyarakat adat ini akan mendorong penanganan pandemi yang lebih berkeadilan, terutama bagi masyarakat adat yang telah memiliki kerentanan sebelum pandemi untuk mendapatkan prioritas penanganan. 

“Sedangkan masyarakat adat yang masih tertutup dan telah memiliki sistem pengendalian internal yang kuat, sebaiknya tidak diganggu oleh kedatangan orang luar yang justru akan merusak pertahanan alamiah mereka,” kata Hilmar.

Di sisi lain, kata Hilmar, laporan pihaknya merekomendasikan pentingnya dilakukan pemetaan yang lebih sistematis dan berkala untuk memotret situasi masyarakat adat di Indonesia. 

“Pandemi COVID-19 ini memberi pelajaran pentingnya pendataan yang akurat dan waktu nyata, sehingga bisa diambil langkah-langkah yang tepat sesuai situasi dan kebutuhan masyarakat adat yang beragam,” ujarnya.

Masyarakat adat, katanya, dengan warisan turun temurun telah memiliki mekanisme dan bekal menghadapi pandemi, misalnya dengan pengetahuan yang memastikan ketahanan pangan dan pengobatan tradisional. 

Hilmar menjelaskan segala pengetahuan itu penting untuk dicatat dan didokumentasikan, seperti menghadapi situasi pandemi saat ini. Sehingga tidak ada satu solusi mutlak yang berlaku untuk semua jenis masyarakat.

Dia juga mendorong masyarakat adat menjadi bagian normal baru yang seharusnya disusun berdasarkan praktik dan pengalaman konkret di akar rumput dan dihidupi oleh filosofi bahwa manusia merupakan bagian dari alam.

"Kita mesti menjadi bagian dari tatanan normal yang baru itu, bahwa baru itu bersandar pada berbagai macam kearifan lokal yang kita kumpulkan, dokumentasikan dan kita buktikan keampuhannya menghadapi situasi, seperti yang kita alami sekarang ini," imbuhnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya