Logo Halal Dikritik Jawa Sentris, Kemenag: Gunungan Tak Hanya di Jawa

Logo Halal yang baru dirilis Kemenag
Sumber :
  • MUI

VIVA – Badan Pengelola Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama telah meluncurkan logo halal yang baru. Dan logo yang lama, mulai 2026, dinyatakan tidak berlaku lagi. 

Program Pemberdayaan Ekonomi Umat 2024, Kemenag Targetkan Bikin 100 Titik Baru

Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Tulus Abadi menilai bahwa logo halal yang baru diluncurkan Badan Pengelola Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama dari sisi warna dan desainnya, berpotensi tidak informatif bagi konsumen. 

Sebab konsumen dianggap sudah terbiasa dengan warna logo halal berwarna hijau. 

Kemenag: Pegawai Non Islam di Parepare Bukan Petugas Haji, tapi Panitia Pemberangkatan Jemaah

"Dan ornamen-ornamen yang spesifik, bernuansa islami. Sedangkan logo yang baru berbeda secara ekstrem dengan warna dan logo yang lama," kata Tulus di Jakarta, Selasa, 15 Maret 2022. 

Menurutnya, warna dan desain logo halal yang baru juga kurang lazim jika disandingkan dengan warna dan logo halal di ranah global. Lazimnya di ranah global juga berwarna hijau, dilengkapi dengan huruf Arab, plus simbol islami lainnya. 

BPJPH dan Delegasi China Bahas Penguatan Kerja Sama Jaminan Produk Halal

Ilustrasi produk dan logo halal.

Photo :
  • Official MIHAS

Sebagai contoh, warna logo halal di Brunei Darussalam memang tidak berwarna hijau, tapi ada logo kubah masjidnya. Ciri khusus yang bernuansa islami sangat diperlukan sebagai penanda yang informatif bagi konsumen. 

"Jadi sebaiknya logo halal yang baru mengadopsi unsur-unsur tersebut," katanya. 

Tulus juga menganggap kurang tepat jika logo halal yang baru diklaim mencerminkan ke-indonesiaan. Sebab logo gunungan wayang dan pakaian surjan bagaimanapun lebih kental bernuansa Jawa, alias Jawa sentris. 

"Jadi terkesan BPJPH dalam membuat desain logo halal diintervensi oleh kekuasaan," katanya.

Terpisah, Kementerian Agama menyatakan pemilihan bentuk gunungan dan batik lurik dalam label Halal Indonesia yang dikeluarkan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) bukan berarti Jawa sentris.

"Pemilihan label halal yang menggunakan media gunungan wayang dan batik lurik itu tidak benar kalau dikatakan Jawa sentris," ujar Kepala Pusat Registrasi Sertifikasi Halal pada Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kemenag Mastuki dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.

Sebelumnya, pemilihan bentuk wayangan ini mendapat sejumlah respon di masyarakat. Label halal yang baru ini dianggap malah tak memudahkan masyarakat dalam mengidentifikasi produk halal.

Pada bentuk lama yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) identifikasi kehalalan produk lewat logo terlihat jelas karena menggunakan bahasa Arab dalam penulisan halalnya.

Sementara pada bentuk baru, menggunakan kaligrafi serta berbentuk gunungan wayang. Kendati ada tulisan latin Halal Indonesia di bawah kaligrafi halal, namun masyarakat masih belum bisa menerima bentuk dari logo terbaru.

Representasi Budaya Indonesia

Mastuki menjelaskan tiga hal yang menjadi dasar pemilihan logo baru. Pertama, baik wayang maupun batik sudah menjadi warisan Indonesia yang diakui dunia. Keduanya ditetapkan UNESCO sebagai warisan kemanusiaan untuk budaya non bendawi (intangible heritage of humanity).

Logo Halal Indonesia.

Photo :
  • istimewa.

Bagi BPJPH, baik batik maupun wayang merupakan representasi budaya Indonesia yang bersumber dari tradisi, persilangan budaya dan hasil peradaban yang berkembang di wilayah Nusantara.

"Wayang ditetapkan (UNESCO) pada 2003, sedang batik ditetapkan enam tahun kemudian, yaitu pada 2009," ujar Mastuki.

Kedua, gunungan wayang tidak hanya digunakan di Jawa. Menurutnya, dalam sejumlah tradisi masyarakat yang lekat dengan wayang, juga menggunakan gunungan. Ia mencontohkan wayang Bali dan wayang Sasak yang sama-sama menggunakan gunungan.

"Wayang golek yang berkembang di Sunda juga menggunakan gunungan," kata dia.

Ketiga, penetapan label halal Indonesia dilakukan melalui riset yang lama dan melibatkan ahli. BPJPH, kata dia, tidak serta merta menetapkan label halal ini hanya pada satu pertimbangan, tapi berbagai pertimbangan.

Menurut dia, pertimbangan besarnya adalah bagaimana label yang akan menjadi brand untuk produk yang beredar di Indonesia maupun luar negeri dan bersertifikat halal memiliki makna, diferensiasi, konsistensi dan distingsi (keberbedaan).

"Distingsi ini bukan asal berbeda, tapi keberbedaan yang menjadi ciri khas dari Indonesia, sekaligus menghubungkan antara keindonesiaan dan keislaman. Keduanya sudah menyatu dalam peradaban kita beratus tahun, sehingga penggunaan elemen bentuk, elemen warna dari budaya yang berkembang di Indonesia sangat sah dan dapat dipertanggungjawabkan," kata dia.

Ia mengatakan ramuan dari berbagai elemen bentuk, corak dan warna itulah yang menjadi dasar desain label halal, ditambah dengan studi elemen visual bentuk logo/label yang digunakan Badan/Lembaga Sertifikasi Halal seluruh dunia.

"Ada 12 opsi/alternatif desain label halal yang disodorkan ke BPJPH dengan berbagai bentuk yang sangat kaya merepresentasikan kekayaan budaya Islam dan Indonesia," kata dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya