Kampus Lapor Perusakan saat Demo, 7 Mahasiswa di NTB Jadi Tersangka

Para mahasiswa yang dilaporkan pihak kampus bersama pengacara
Sumber :
  • VIVA/Satria Zulfikar

VIVA – Sebanyak tujuh mahasiswa Universitas Pendidikan Mandalika (Undikma) Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) ditetapkan tersangka kasus perusakan fasilitas kampus saat unjuk rasa.

UIN Jakarta Buka Pendaftaran Mandiri Non-Reguler, Cek 6 Skema dan Syaratnya!

Mereka ditetapkan tersangka setelah pihak kampus melaporkan kasus perusakan fasilitas kampus ke Polresta Mataram.

Berdasarkan surat penetapan tersangka yang dikeluarkan pada 29 Juni 2022, Polresta Mataram mengatakan berdasarkan hasil gelar perkara di hari yang sama, mahasiswa tersebut dijerat pasal 170 KUHP terkait kekerasan terhadap orang atau barang dengan ancaman pidana 5 tahun 6 bulan.

Anggota DPR Soroti Tragedi Warga Bubarkan Mahasiswa Katolik saat Ibadah Doa Rosario di Tangsel

Masing-masing mahasiswa berinisial AH, SP, HB, RH, AN, AS dan AD. Mahasiswa ditetapkan tersangka pasca berunjuk rasa terhadap kebijakan kampus yang mengusir mahasiswa saat melakukan kegiatan malam di kampus.

Kasatreskrim Polresta Mataram yang dihubungi soal penetapan tersangka tersebut tidak menjawab pertanyaan media.

Kalah di Pilpres 2024, Ini Kegiatan yang Bakal Dilakukan Mahfud Selanjutnya

Sementara seorang mahasiswa yang ditetapkan tersangka, HB, mengatakan barang yang dirusak sebagian besar memang sudah rusak terlebih dahulu.

"Saya cuma mengambil bak sampah yang sudah rusak terlebih dahulu," ujarnya, Kamis, 30 Juni 2022.

Dia mengatakan, barang-barang yang dirusak memang sebagian besar sudah rusak duluan. Barang-barang tersebut meliputi bangku yang telah rusak kemudian dibakar massa, bak sampah yang sudah rusak, kerucut parkir (traffic cone), lemari komputer dan keyboard yang memang sudah rusak sebelumnya.

"Bak sampah semua sudah rusak duluan. Pokoknya yang tidak layan pakai. Cuma kerucut parkir yang masih bagus," katanya.

Tidak Ada Maaf

HB mengatakan, dia dan beberapa temannya telah berupaya meminta maaf ke rektor, namun rektor selalu menghindar.

"Upaya melakukan secara kekeluargaan sampai sekarang tidak ada sama sekali untuk melakukan restoratif justice, karena memang belakangan ini kita juga dikasih keringanan dari pihak penyidik untuk meminta maaf ke pihak rektor," ujarnya.

Rektor tidak memberikan ruang kepada mahasiswa untuk menyelesaikan masalah tersebut secara kekeluargaan.

"Pemanggilan pertama oleh Polresta, pihak yayasan memaafkan mahasiswa, namun hukum tetap berjalan," katanya.

Berbagai jalan damai ditempuh mahasiswa, namun tidak digubris kampus. Mulai dari mendatangi rektor, namun rektor mengaku ada urusan. Kemudian mendatangi WR I dan Kepala Biro Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan (BAAK), namun tidak membuahkan hasil perdamaian.

Baca juga: Alasan Mahasiswi Gigit dan Tendang Polisi, Emosi Mau Ditilang

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya