Guru Besar UI: Sudah Saatnya Indonesia Punya KUHP Buatan Sendiri

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Sumber :
  • Eko Priliawito| VIVAnews

VIVA Nasional - Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Harkristuti Harkrisnowo, mendorong Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) segera disahkan karena menurutnya KUHP saat ini adalah produk peninggalan kolonial Belanda.

Rampas Barang Hasto, Eks Wakapolri Sebut Penyidik KPK Bisa Dipidana

Universitas Indonesia

Photo :
  • ui.ac.id

Peninggalan Kolonial Belanda

Komisi I DPR Klaim Tak Laramg Jurnalisme Investigasi, Tapi Diatur Ekslusifnya

"Kalau kita berpikir KUHP umurnya sudah lebih dari 100 tahun dan itu peninggalan kolonial Belanda jadi sudah masanya kita punya KUHP nasional yang memang dibuat oleh orang-orang Indonesia," kata dia kepada wartawan, Jumat, 5 Agustus 2022.

Baca juga: DPR Sebut RKUHP Selesai Akhir Tahun Ini

Ada Pergeseran, Mahfud MD Nilai Sekarang Hukum Dibuat Mengikuti Keinginan Pemerintah

Ada 628 Pasal

Dia menjelaskan, pada KUHP yang sekarang ada 628 pasal. Isinya lebih banyak pembaruan atas hukum pidana di Tanah Air, sehingga penerapan sanksi pidana dirasa jadi tak terarah pada satu pola tertentu. Hal tersebut karena setiap ada undang-undang, ada sanksi pidananya.

"Ini yang mau kita bereskan agar tidak terjadi bermacam-macam interpretasi, macam-macam pikiran, macam-macam sistem, jadi nanti hanya ada satu hukum pidana, itu yang penting, bukan pasal per pasal, tapi sistemnya dulu yang kita bangun. Itulah kenapa urgensi yang diperlukan sehingga mengapa RKHUP ini perlu mendapat perhatian semuanya," kata dia.

Sidang Paripurna DPR

Photo :
  • VIVAnews/Anwar Sadat

Dia menambahkan, pada buku 1 dalam KUHP itu hanya ada 103 pasal, sekarang, lanjutnya bertambah hampir dua kali lipat jadi 187 pasal. Jadi, terus dia, orang tak bisa baca beberapa pasal perpasal, utamanya di buku I RKUHP.

"Jadi, di sana banyak sekali pembaruan-pembaruan yang berkaitan dengan apa itu tujuan pemidanaan, apa yang menjadi landasan untuk penjatuhan pidana, bagaimana pidana dijatuhkan, faktor-faktor apa saja yang perlu dipertimbangkan oleh hakim, bagaimana hal-hal yang direkomendasikan di mana sanksi pidana penjara itu tidak perlu dijatuhkan," katanya.

Perbedaan Hanya Bisa Dirasa Ahli Hukum

Lebih lanjut Harkristuti mengatakan, perbedaan antara RKUHP dengan KUHP yang sekarang hanya bisa dirasa oleh ahli hukum. Sementara itu, orang awam menurutnya cuma tahu RKUHP mengubah pasal-pasal penghinaan presiden, perzinaan, dan lain-lain. Diakuinya, RKUHP belum sempurna karena masih buatan manusia, maka masih dibuka adanya dialog dan komunikasi dengan masyarakat.

"Orang awam tidak akan melihat apa sih perbedaannya, tapi bagi ahli hukum pasti lihat perbedaannya, bisa dibaca di 187 pasal tersebut. Intinya itu saya bilang ada tujuan pemidanaan, tujuan penjatuhan pidana, ada denda yang tidak dimasukan nominal misal denda Rp 5 juta, adanya denda kategori I, kategori VIII, itu pembaruan," katanya.

(Foto  Ilustrasi) Aksi Bela Palestina

PBNU Ingatkan Masyarakat Rasional Berikan Dukungan ke Palestina, Tak Boleh Kriminal

PBNU menyebut beberapa hal yang tak boleh terjadi saat menunjukan dukungan ke Palestina yakni membakar fasilitas umum dan menyerang kedutaan asing.

img_title
VIVA.co.id
15 Juni 2024