Indeks Persepsi Korupsi Anjlok, Proses Hukum Kasus Heli AW-101 Jadi Sorotan

Diskusi Total Politik di Jakarta
Sumber :
  • Dok. Istimewa

VIVA Nasional – Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang turun banyak disoroti oleh publik, merosot empat poin pada 2022. Dalam indeks disebutkan Indonesia berada pada angka 34, turun dari sebelumnya 38. Selain itu, posisi Indonesia juga berada di posisi 110 dari 180 negara yang disurvei.

Alasan Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN dan MA

Transparency International Indonesia (TII) menyebut, rilis IPK Indonesia 2022 itu mengacu pada delapan sumber data dan penilaian ahli untuk mengukur korupsi sektor publik pada 180 negara dan teritori.

Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis mengatakan, pemberantasan hukum memang politisasi. "Pertanyaannya, kemana politisasi itu mau dibawa? Keadilan itu jantung bangsa. Politisasi harus untuk memastikan keadilan yang utuh," kata Margarito saat menghadiri diskusi #Safari24 Total Politik yang berlangsung di Jakarta, yang dikutip pada Senin 13 Februaru 2023

TPPU Pakai Aset Kripto Ditegaskan Mudah Dilacak, Ini Penjelasan Indodax

Ilustrasi budaya korupsi masih terjadi di negeri ini

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

Dalam diskusi bertema 'Persepsi Korupsi Melorot, Kinerja Pemberantasan Korupsi Disorot' itu, Margarito juga sedikit menyinggung mengenai kasus pengadaan helikopter AW 101. Menurutnya, ada proses hukum yang dipaksakan sejak kasus ini dimulai tahun 2017 yang lalu. 

Nurul Ghufron Sempat Ngadu ke Alex Sebelum Bantu ASN Kementan Mutasi ke Jatim

"Saya tergelitik, audit harusnya dilakukan BPKP, bukan internal KPK. KPK tidak punya kewenangan untuk melakukan audit. Memang di pra peradilan sudah diakui kalau kasus ini layak untuk disidangkan, tapi menurut saya tetap ada masalah," kata Margarito. 

Dia juga mengatakan, "Kita tidak mau ada pemberantasan korupsi yang prosesnya di luar kewenangan. Begitu hukum bobrok, habis bangsa ini!" Ujar Margarito. 

Hal senada juga disampaikan Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDI-Perjuangan Wayan Sudirta. Menurutnya siapapun yang menjadi ketua KPK tidak boleh menyimpang. 

"Lemahnya integritas dan kualitas penegak hukum di bidang-bidang seperti pengadaan barang dan jasa serta perizinan. Kita harus benahi. KPK juga kurang kordinasi dan supervisi. Banyak sekali kekurangan KPK yang dibahas di komisi 3. Reformasi birokrasi sudah dimulai tapi masih tertatih-tatih," kata Wayan.

Sementara itu KPK, melalui juru bicaranya Ali Fikri mengatakan hal tersebut adalah perkara teknis. "Terkait kasus AW itu perkara teknis, dalam hal perbedaan pendapat itu hal biasa. Nanti di persidangan bisa dibuktikan," ungkap Fikri.

Dengan begitu, lanjut Margarito, KPK mengenyampingkan prinsip-prinsip proses hukum yang baik. Sehingga ada kekhawatiran merugikan orang-orang yang sebenarnya tidak bersalah justru dipersalahkan karena ingin dinilai masyarakat menjalankan kinerja yang baik. 

“Terkait nama baik yang tercemar karena proses hukum, suka atau tidak suka, penegakan hukum harus ditakar dengan prinsip-prinsip yang beres dulu. Jadi tidak boleh serampangan.

Ilustrasi korupsi

Photo :
  • Pixabay

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana juga menyoroti hal ini. Menurutnya, masyarakat khawatir KPK menanggapi IPK ini dengan biasa-biasa saja. 

"KPK tidak ada trust dari eksekutif, saya khawatir di internal KPK disibukkan dengan prestasi-prestasi yang semu. Harus ada perbaikan internal di KPK," kata Kurnia 

Dia menambahkan, "Presiden harus campur tangan untuk upaya pemberantasan korupsi saat ini. Itu janjinya, jangan sampai 2024 presiden dicap lip service. Presiden adalah atasan administratif penegak hukum, campur tangannya sangat dibutuhkan saat ini," pungkas Kurnia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya