Kepala BMKG: Temperatur Bumi Naik 1,2 Derajat Celsius, Angka yang Besar dan Mematikan

Kepala BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika) Dwikorita Karnawati
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

Jakarta – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut ancaman krisis pangan sebagai dampak dari perubahan iklim bukan sekadar isapan jempol lantaran suhu bumi yang semakin panas.

Awal Mei, 26 Provinsi Diprediksi Bakal Diguyur Hujan

Menurut dia, dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Jumat, 7 Juli 2023, kencangnya laju perubahan iklim berdampak pada ketahanan pangan nasional akibat hasil panen menurun hingga gagal tanam.

"Suhu atau temperatur bumi secara global saat ini naik 1,2 derajat celsius. Angka tersebut dipandang sebagai angka yang kecil, padahal itu adalah angka yang besar dan mematikan. Banyak fenomena ekstrem, bencana hidrometeorologi yang diakibatkan pemanasan global tadi," ujar Dwikorita.

Gunung Ruang Erupsi Lagi, BMKG Efektifkan Lima Stasiun Pendeteksi Tsunami

Ilustrasi areal persawahan yang mengalami kekeringan.

Photo :
  • ANTARA FOTO/Dedhez Anggara

Dalam Focus Group Discussion (FGD) Perhimpunan Agronomi Indonesia di Jakarta, Kamis, Dwikorita mengatakan, bencana kelaparan sebagaimana yang diprediksi organisasi pangan dunia FAO akan terjadi pada tahun 2050 adalah ancaman nyata. Situasi ini bukan hanya menjadi ancaman bagi Indonesia atau terbatas negara-negara berkembang saja melainkan seluruh negara-negara dunia menghadapi ancaman yang sama jika tidak ada langkah konkret untuk mengatasi krisis iklim.

Gula Mahal, Satgas Pangan Pelototi Distribusi Produsen di Jawa Timur

"Tahun 2050 mendatang jumlah penduduk dunia diperkirakan menembus angka 10 miliar. Jika ketahanan pangan negara-negara di dunia lemah, maka akan terjadi bencana kelaparan akibat jumlah produksi pangan yang terus menurun sebagai dampak dari perubahan iklim," ujar dia menambahkan.

Dwikorita menuturkan, tidak sedikit yang beranggapan bahwa ancaman perubahan iklim dan krisis pangan belum terlalu terlihat di Indonesia, karena ketersediaan sumber daya alam masih cukup melimpah dan kondisi geografis Indonesia yang memungkinkan produksi pertanian tetap berjalan sepanjang tahun.

Namun, kata dia, jika situasi iklim global saat ini tidak direspons secara serius, Indonesia bisa terlambat untuk mengantisipasi bencana kelaparan pada tahun 2050. Ketahanan pangan nasional Indonesia, dia mengingatkan, dihadapkan pada tantangan besar berupa kenaikan populasi penduduk di tengah produksi pangan yang cenderung stagnan.

Ilustrasi banjir/korban banjir

Photo :
  • ANTARA FOTO/Rahmad

Dwikorita mengatakan bahwa jika tidak ada intervensi kebijakan, potensi kerugian ekonomi di Indonesia (2020-2024) mencapai angka Rp544 triliun akibat dampak perubahan iklim. Maka dari itu, kebijakan ketahanan iklim menjadi salah satu prioritas yang dinilai mampu menghindari potensi kerugian ekonomi sebesar Rp281,9 triliun hingga tahun 2024. (ant)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya