Ketua MK Anwar Usman: Fitnah Itu Lebih Kejam dari Pembunuhan

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman
Sumber :
  • VIVA/Rahmat Fatahillah Ilham

Jakarta – Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman menyebutkan, pihaknya difitnah usai dilaporkan sejumlah elemen masyarakat atas dugaan pelanggaran etik, dalam putusan MK yang pro pencalonan Gibran Rakabuming untuk maju sebagai calon wakil presiden (cawapres). 

Ketua MPR: Tidak Ada Celah untuk Menunda atau Membatalkan Pelantikan Prabowo-Gibran

Anwar mulanya mengungkit sebuah perjalanan tentu tidak ada jalan yang sempurna. Dia menyebutkan, sebuah perjalanan harus mendaki, menelusuri lereng yang curam atau melewati jalan yang nyaman dan rindang. 

"Hingga saat ini, di usia MK yang 20 tahun tentu tidak hanya prestasi yang diraih, tetapi berbagai ujian juga harus dihadapi. Kadang dipuja dan dipuji, tapi ada kalanya dicaci dan dimaki. Bahkan harus menerima kenyataan pahit berupa fitnah yang sangat keji. Fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan," kata Anwar kepada wartawan di Gedung MK RI, Selasa, 24 Oktober 2023.

Blak-blakan! Prabowo: Pak Jokowi Suruh Semua Menteri Kasih Data ke Saya

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman

Photo :
  • VIVA/Rahmat Fatahillah Ilham

Kemudian, adik ipar Jokowi itu menyebutkan jabatan hanyalah sekedar titipan Tuhan. "Kita lupa bahwa sesungguhnya semua jabatan apapun di dunia ini adalah milik Allah dan sesungguhnya kepada siapa jabatan itu hendak diberikan oleh Allah," katanya. 

Prabowo: Tidak Boleh Ada Anak Menangis karena Kelaparan

Anwar pun melihat MK banyak masalah pascapernikahannya dengan adik Presiden Jokowi itu sebagai berkah. Anwar mengaku masalah yang dihadapinya merupakan sebuah ujian.

"Saat ini MK untuk kesekian kalinya dinilai banyak orang sedang menghadapi suatu ujian, namun bagi saya apa yang dialami oleh Mahkamah Konstitusi harus dipandang sebagai suatu keberkahan, yang jelas Allah tidak akan mencoba hambanya di luar batas kemampuannya," katanya. 

Anwar juga menegaskan perhatian publik kepada MK merupakan bentuk kepedulian dan publik terhadap MK. Namun, menurutnya setiap persoalan harus didudukan sesuai proporsinya. 

"Dan publik nantinya memahami bahwa setiap peristiwa atau permasalahan yang terjadi, tidak dieskalasi melampaui batas persoalan. Hal ini juga menjadi penting bagi pembelajaran kita semua, sebagai bagian dalam menegakkan hukum dan keadilan. Meski apapun putusannya, maka sulit untuk memuaskan semua pihak dan sulit untuk menghindari adanya pro dan kontra," katanya. 

Sebagai informasi, Mahkamah Konstitusi (MK) membentuk Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) secara Ad Hoc lantaran adanya sejumlah laporan perihal putusan batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).

Tercatat, sejumlah kelompok masyarakat melaporkan dugaan pelanggaran etik sembilan hakim MK. Di antaranya Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara) dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Indonesia (PBHI), serta Dewan Pimpinan Pusat Advokasi Rakyat untuk Nusantara (DPP ARUN) dan Komunitas advokat Lingkar Nusantara (Lisan).

Deretan pelaporan itu merupakan akibat MK yang memutus tujuh perkara uji materiil Pasal 169 huruf q UU Pemilu mengenai batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) pada Senin, 16 Oktober 2023. 

Enam gugatan ditolak. Tapi MK memutuskan mengabulkan sebagian atas satu gugatan yang diajukan oleh seorang mahasiswa bernama Almas Tsaqibbirru Re A. Perkara itu masuk ke MK dengan nomor 90/PUU-XXI/2023. Putusan yang pro pencalonan Gibran tetap diketok meski dihujani empat pendapat berbeda atau dissenting opinion hakim MK dan dua alasan berbeda dari hakim MK. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya